WAKTU KEHIDUPAN

PTK : Outdoor Activities

Pembelajaran IPS Dengan Outdoor Activities Di SMP Muhammadiyah Semin
 
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
         Globalisasi telah menempatkan manusia pada dunia tanpa batas (borderless world). Globalisasi yang disertai dengan revolusi di bidang ICT (Information and Communication Technology) membawa pengaruh pada lunturnya nilai nasionalisme di kalangan generasi muda. Berbagai kemudahan memperoleh informasi akibat akselerasi di bidang ICT telah membuat generasi muda Indonesia yang merupakan tulang punggung bangsa teracuni dengan berbagai dampak negatif globalisasi. Hal ini dapat dilihat dari kondisi di lapangan yang menunjukkan bahwa munculnya budaya kekerasarasan, konsumerisme menjadi gaya hidup kawula muda, lunturnya semangat kegotong royongan, kurangnya penghargaan terhadap budaya sendiri, meninggalkan hasil produksi dalam Negri dan lebih membanggakan hasil produksi luar Negri.
         Proses pembelajaran yang diselenggarakan secara formal di sekolah dimaksudkan untuk mengarahkan perubahan diri siswa secara terencana baik aspek pengetahuan, ketrampilan maupun sikap. Mata pelajaran IPS juga memiliki tujuan agar siswa memiliki perubahan pada aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Namun banyaknya materi bahasan yang dibebankan oleh kurikulum dengan keterbatasan waktu yang tersedia merupakan kendala bagi guru untuk dapat mengoptimalkan penanaman nilai-nilai, termasuk nilai nasionalisme pada siswa. Untuk mengejar target kurikulum, guru dalam pembelajaran cenderung lebih menekankan penguasaan materi ajar (Saidihardjo, 2005: 111).
         Kegiatan pembelajaran selama ini hanya berlangsung di ruang-ruang kelas dengan memanfaatkan sumber pembelajaran yang monoton, dan belum memanfaatkan kegiatan di luar kelas (outdoor activities), sehingga guru mengalami kesulitan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang bervariasi. Akibatnya pembelajaran IPS berlangsung kaku dan formal. Menyikapi kondisi tersebut, perlu disimak pernyataan Paulo Freire (Muhammad Idrus, 2005: 161) yang mengatakan bahwa every place is a school, every one is teacher. Artinya bahwa setiap orang adalah guru, guru bisa siapa saja, dimana saja, serta hadir kapan saja, tanpa batas ruang, waktu, kondisi apapun. Dengan demikian siapa saja dapat menjadi guru dan pembelajaran tidak harus berlangsung di dalam kelas, sebab setiap tempat dapat menjadi tempat untuk belajar. Konsep Paulo Freire sangat tepat bila dihubungkan dengan metode outdoor activities. Outdoor activities dapat menjadi salah satu alternatif bagi pengayaan sumber pembelajaran.
         Pembelajaran IPS di SMP Muhammadiyah Semin masih bersifat verbalistis, belum memanfaatkan sumber-sumber pembelajaran yang ada di lingkungan sekitar. Padahal letak SMP Muhammadiyah Semin yang berdekatan dengan Pasar Pusat Pemerintahan Tingkat Kecamatan Semin  seharusnya dapat memanfaatkan sumber-sumber pembelajaran yang ada di dalamnya.
         Kesan bahwa mata pelajaran IPS sangat padat dan luas akan menimbulkan perasaan bahwa IPS merupakan mata pelajaran yang sulit dan membosankan. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dapat berlangsung efektif apabila siswa dapat berinteraksi langsung dengan obyek, peristiwa, situasi dan kondisi kehidupan sehari–hari melalui sumber belajar. Begitu pula pembelajaran IPS yang disajikan guru seperti tercantum dalam kurikulum tidak banyak berarti apabila disajikan dalam bentuk informasi atau ceramah saja, tanpa memahami kondisi nyata. Proses pembelajaran harus dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk mampu mengembangkan potensinya secara optimal, sehingga dalam proses pembelajaran terjadi transfer of learning, transfer of training dan transfer of principles.
Dalam rangka meningkatkan profesionalisme, para guru melakukan penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Namun sejauh ini, penelitian lebih banyak terfokus pada upaya peningkatan hasil pembelajaran pada aspek kognitif. Penelitian yang memfokuskan pada hasil pembelajaran secara terintegrasi baik aspek kognitif, afektif, dan psikomotor masih jarang dilakukan. Peneliti memandang penelitian yang terfokus pada hasil pembelajaran secara terintegrasi baik aspek kognitif, afektif, dan psikomotor merupakan hal yang urgen dilakukan. Hal tersebut mengingat mata pelajaran IPS merupakan salah satu wahana bagi pewarisan nilai-nilai, khususnya nilai nasionalisme yang pada saat sekarang mengalami degradasi. Bila tidak ada yang memulai mengupas permasalahan tersebut, maka misi mata pelajaran IPS sebagai wahana pewarisan nilai nasionalisme tidak akan efektif. Akibatnya, degradasi nilai nasionalisme pada generasi muda tidak dapat dihindari. Lunturnya nilai nasionalisme pada suatu bangsa akan dapat mengancam tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengingat urgensi pewarisan nilai nasionalisme pada generasi muda, maka peneliti memandang perlu diadakan penelitian tentang peningkatan nilai nasionalisme dalam pembelajaran IPS dengan penerapan outdoor activities di SMP Muhamadiyah Semin.
B. Ruang Lingkup
         Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa masalah sebagai berikut:
1.      Lunturnya semangat nasionalisme di kalangan generasi muda
2.      Pembelajaran hanya dilaksanakan di kelas, belum memanfaatkan sumber-sumber belajar di luar kelas
3.      Penyampaian materi pelajaran lebih mengedapankan aspek pengetahuan, daripada penyampaian nilai–nilai yang terkandung pada materi pelajaran.
4.      Alokasi waktu dalam pembelajaran kurang mencukupi
5.      Kegiatan penelitian lebih banyak terfokus pada peningkatan hasil belajar pada ranah kognitif saja.
Sehubungan dengan banyaknya permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran IPS, maka penelitian ini dibatasi pada masalah lunturnya nilai nasionalisme, penyampaian materi pelajaran yang lebih mengedepankan aspek pengetahuan dan pembelajaran yang hanya dilakukan di dalam kelas dan belum memanfaatkan sumber-sumber di luar kelas. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan pada upaya peningkatan nilai nasionalisme pada siswa dengan penerapan outdoor activities dalam pembelajaran IPS sehingga masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apakah penerapan outdoor activities dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan nilai nasionalisme pada siswa?
2.      Apakah bukti-bukti yang menunjukkan bahwa penerapan outdoor activities dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan nilai nasionalisme?
 C. Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, yang dapat dirinci sebagai berikut:
1.      Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pencapaian tujuan pembelajaran IPS secara terintegrasi baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.
2.      Tujuan khusus:
Untuk meningkatkan internalisasi nilai nasionalisme pada siswa SMP Muhammadiyah Semin.
Pelaksanaan penelitian ini diharapkan akan membawa manfaat pada berbagai pihak, seperti:
        Bagi siswa:
a)      Meningkatkan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran
b)      Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran secara terintegrasi pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
c)      Menanamkan nilai-nilai nasionalisme pada siswa melalui penerapan outdoor activities.
        Bagi Guru:
a)      Menemukan solusi bagi permasalahan dalam pembelajaran IPS
b)      Menemukan solusi yang tepat bagi peningkatan penanaman nilai nasionalisme pada siswa
c)      Meningkatkan profesionalisme guru.
D. Sajian Definisi
a. Nilai Nasionalisme
Menurut Nasution (1989: 133) nilai adalah seperangkat sikap yang dijadikan dasar pertimbangan, standar atau prinsip sebagai ukuran dalam kelakuan. Sedang menurut Hans Jonas (Bertens, 2005: 139) nilai adalah the addresse of a yes. Artinya nilai adalah sesuatu yang ditujukan dengan ya. Nilai merupakan sesuatu yang mempunyai konotasi positif. Dalam dunia pendidikan nilai merupakan salah satu bagian dari pendidikan afektif. Tujuan pendidikan afektif adalah membantu siswa agar meningkat dalam hierarki afektif, yakni dari tingkat paling bawah (menerima pernyataan tentang nilai-nilai) melalui tingkat merespons terhadap nilai-nilai kemudian menghargainya, merasa komitmen terhadap nilai-nilai itu dan akhirnya menginternalisasikan sistem nilai sebagai tingkat tertinggi dalam perkembangan afektif.
         Berkait dengan pendekatan pendidikan nilai, Kirchenbaum(1995: 31) menyarankan pendidikan nilai yang komprehensif yang meliputi Inculcation (Inkulkasi), Fasilitation (fasilitasi), dan pembinaan ketrampilan (skill building). Pendekatan penanaman nilai (inkulkasi) mengusahakan agar para siswa mengenal dan menerima nilai sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pilihan, menentukan pendirian, menerapkan nilai sesuai dengan keyakinan diri.
         Hans Kohn (Sumantri Mertodipuro,1984 : 11) mengatakan bahwa nasinalisme adalah paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Perasaan yang sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengan tradisi-tradisi setempat dan penguasa-penguasa resmi di daerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda–beda .
         Menurut Synder (1954: 148), nationalisme is primarly concerned with the independence and unity of the nation. Maksudnya bahwa nasionalisme merupakan suatu paham yang mengutamakan persatuan dan kebebasan bangsa. Nasionalisme memuat beberapa prinsip yaitu: kesatuan/unity, kebebasan/liberty, kesamaan/equality, kepribadian/individuality, prestasi (http://www.mediaindo.co.id/cetak).
         Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai nasionalisme dapat diartikan sebagai keyakinan bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan yang mencakup unsur-unsur cinta tanah air, persatuan, persamaan, penghargaan, pengorbanan dan diujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku dalam berbagai aspek.
 b. Pembelajaran IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang diajarkan guna mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sosiologi, sejarah, antropologi, ilmu politik, dan sebagainya dengan menampilkan permasalahan sehari-hari masyarakat sekeliling.
Barth (1990:360) mengemukakan, Social Studies was assigned the mission of citizenship education, that mission included the study of personal/social problems in an interdiciplinary integrated school curriculum that would emphasize the practice of decision making. Maksudnya adalah Ilmu Pengetahuan Sosial membawa misi pendidikan kewarganegaraan dimana di dalam misi itu dikandung belajar individu atau masalah sosial dalam lintas disiplin terintegrasi kurikulum sekolah yang akan menekankan pengambilan keputusan yang praktis.
Menurut NCSS(national Counsil for Social Studies 1992):
“Social studies is the integrated study of social science and humanities to promote civic competence. Within the school pogram, socials studies provides coordinated, systematic study drawing upon such diciplines as anthropology, archeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology as well as appropriate content fom humanities, mathematics and natural sciences”.
(http://www.social studies.org/standard/membership/)
Artinya studi sosial merupakan studi terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial untuk mengembangkan potensi kewarganegaraan yang dikoordinasikan dalam program sekolah sebagai pembahasan sistematis yang dibangun dalam beberapa disiplin ilmu, seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat ilmu-ilmu politik, psikologi, agama, sosiologi, dan juga memuat isi dari humaniora dan ilmu-ilmu alam
Ilmu Pengetahuan Sosial (Puskur, 2006: 5) adalah merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Ilmu pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial ( sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya)
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diturunkan di muka bumi senantiasa berada pada dimensi ruang dan waktu. Pada tataran ruang dan waktu inilah manusia menjalani suatu kehidupan. Di dalam menjalani suatu kehidupan itu manusia akan terkait dengan berbagai aspke kehidupan dan kegiatan. Ini artinya keberadaan manusia di dunia in tidak terlepas dari tiga hal yakni ruang, waktu dan perjuangan.
Unsur ruang terkait dengan studi geografi, yang memaparkan aktivitas dan peranan manusia dalam upaya beradaptasi dengan tantangan dan tawaran lingkungan alam dan manusia (adaptasi ekologis). Unsur waktu terkait dengan studi sejarah yang memaparkan peristiwa dan perubahan masyarakat. Pengalaman umat manusia dari masa lampau untuk memahami dan menjadi pengalaman hidup masa kini serta merencanakan masa yang akan datang. Dalam hal ini ada proses pewarisan budaya. Sementara yang terkait dengan perjuangan hidup berbagai aspek dan aktivitas, seperti upaya pemenuhan kebutuhan (ekonomi), struktur dan hubungan antar anggota masyarakat (sosiologi), tertib masyarakat (hukum), kekuasaan dan kewenangan (politik), hasil kebudayaan manusia (antropologi budaya), peristiwa masa lampau yang penting dan bermakna (sejarah), dan sistem berbangsa dan bernegara (kewarganegaraan).
Sosiologi, geografi, ekonomi, hukum, politik, antropologi budaya, sejarah, dan kewarganegaraan sebagaimana telah disebutkan di muka, adalah cabang-cabang ilmu sosial. Dari cabang-cabang ilmu sosial itulah kemudian diambil sebagai bahan ajar (mata pelajaran). Mata pelajaran Pengetahuan Sosial di jenjang SMP mengambil bahan ajar dari cabang-cabang ilmu sosial tersebut, khususnya sosiologi, geografi, ekonomi dan sejarah. Dengan demikian mata pelajaran Pengetahuan Sosial di SMP merupakan perpaduan dari mata pelajaran dan materi sosiologi, geografi dan sejarah.
Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik yang membedakan dari mata pelajaran yang lain. Demikian juga mata pelajaran Pengetahuan Sosial untuk SMP. Beberapa karakteristik mata pelajaran Pengetahuan Sosial antara lain :
1.      Pengetahuan sosial merupakan perpaduan antara sosiologi, geografi, ekonomi dan sejarah
2.      Materi kajian pengetahuan sosial berasal dari struktur keilmuan sosiologi, geografi, ekonomi dan sejarah. Dari kelima struktur keilmuan itu kemudian dirumuskan materi kajian untuk Pengetahuan Sosial.
3.      Materi pengetahuan sosial juga menyangkut masalah sosial dan tema-tema yang dikembangkan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner. Interdisipliner maksudnya melibatkan disiplin ilmu ekonomi, geografi dan sejarah. Multidisipliner artinya materi kajian itu mencakup berbagai aspek.
4.      Materi Pengetahuan Sosial menyangkut peristiwa dan perubahan masyarakat masa lalu dengan prinsip sebab akibat dan kronologis, masalah-masalah sosial, dan isu-isu global yang terjadi di masyarakat, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, serta upaya perjuangan untuk survive (perjuangan hidup), termasuk pemenuhan kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan dalam kehidupan serta sistem berbangsa dan bernegara.
Sebagai bidang ajar di sekolah, IPS memiliki tujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan sosial dalam bentuk konsep dan pengalaman belajar yang dipilih atau diorganisasikan dalam rangka kajian ilmu sosial. Martorella (1994:7) menyatakan bahwa:
“The Social Studies are selected information and modes of investigation from the social sciences, selected information from any area that relates directly to an undestanding of individuals, groups, and societies and applications of the selected information to citizenship education”.
 Artinya Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan informasi terpilih dan cara-cara investigasi dari ilmu-ilmu sosial, informasi dipilih dari berbagai tempat yang berhubungan langsung terhadap pemahaman individu, kelompok dan masyarakat dan penerapan dari informasi yang dipilih untuk maksud mendidik warga negara yang baik
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pendidikan IPS di SMP bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang berguna bagi diri dalam hidup sehari-hari dan warga negara yang bangga sebagai bangsa Indonesia dan cinta tanah air. Sedangkan fungsi pengajaran IPS di SMP adalah untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan sosial dan kewarganegaraan peserta didik agar dapat direfleksikan dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.
Jarolimek (1986: 4) menyatakan bahwa:
“The major mission of social studies education is to help children learn about the social world in which they live and how it got that way; to learn to cope with social realities; and to develop the knowledge, attitudes, and skilsl, needed to help shape an enlightened humanity.”
 Artinya bahwa misi utama pendidikan IPS adalah untuk membantu siswa belajar tentang masyarakat dunia di mana mereka hidup dan memperoleh jalan, untuk belajar menerima realita sosial, dan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan untuk membantu mengasah pencerahan manusia.
Tujuan pembelajaran IPS (Puskur, 2006: 7) adalah mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan trampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat
Bertolak dari fungsi dan tujuan pengajaran IPS tersebut, maka peran IPS adalah menggariskan komitmen untuk melakukan proses pembangunan karakter bangsa. Konsekuensinya dalam melaksanakan proses pembelajaran harus membantu siswa mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk menghadapi lingkungan hidupnya, baik fisik maupun sosial budaya di mana mereka hidup. Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan kombinasi antar variabel pembelajaran baik itu guru, karakteristik siswa, metode pembelajaran, sarana, dan lain sebagainya. Kemampuan guru dalam mengembangkan materi pelajaran IPS dan menentukan model pembelajaran serta sistem evaluasinya merupakan hal yang sangat penting agar materi pelajaran IPS dapat menarik, tidak membosankan, menyenangkan, dan mudah diterima oleh siswa. Untuk itu, guru IPS khusunya di SMP harus dapat mendesain kondisi (model) pembelajaran yang demokratif-kreatif, di mana siswa terlibat langsung sebagai subjek maupun objek pembelajaran, dalam arti strategi pembelajaran yang digunakan guru haruslah memiliki kadar keterlibatan siswa setinggi mungkin sehingga hasil belajar dapat dicapai secara optimal.
Dalam kaitannya dengan kondisi tersebut, maka akan sangat tepat bila nilai–nilai nasionalisme ditanamkan kepada peserta didik melalui pembelajaran IPS. Namun pemilihan metode pembelajaran yang kurang tepat akan sangat mengganggu transfer nilai. Oleh karena itu guru dianjurkan dapat mendesain pembelajaran yang mampu menggugah semangat nasionalisme dengan memilih bentuk metode pembelajaran yang kontekstual.
c. Outdoor Activities :
         Menurut John. M. Echols dalam Kamus Inggris Indonesia, outdoor activity berasal dari kata outdoor yang berarti berarti di luar, dan activity yang berarti kegiatan. Jadi outdoor activities dalam konteks ini adalah kegiatan pembelajaran di luar kelas. Kegiatan outdoor Activities diyakini mampu memberi wacana baru dalam pembelajaran IPS. John Elliot (Dryden, Gordon & Jeannete, 2004: 459) menekankan pentingnya mengubah citra sekolah tradisional dari ruang kelas tradisional. Hal tersebut didasari pada asumsi bahwa kegiatan di luar kelas dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran, sebab siswa merasa mendapat kegiatan yang menyenangkan. Konsep outdoor ini sejalan dengan pendapat John Elliot (Dryden, Gordon & Jeannete, 2004: 451) yang menyarankan melibatkan orangtua, kakek/nenek, dan masyarakat dalam proses belajar. Peran serta masyarakat dan orang-orang di sekitar sekolah dalam proses pembelajaran di sekolah dapat mengatasi keterbatasan guru dalam memperoleh informasi terkini. Selain itu, dengan memanfaatkan sumber belajar di luar kelas, siswa dapat memperoleh suasana baru yang dapat membuat mereka lebih fun, sehingga pembelajaran akan berlangsung dengan dinamis.
         Dalam pembelajaran IPS, kegiatan outdoor dapat dilakukan dengan jalan mengunjungi obyek–obyek tertentu, seperti : monumen, Perpustakaan Sekolah, pasar tradisional, supermarket dan lain sebagainya. Pembelajaran dengan menggunakan outdoor activities memiliki beberapa unggulan, seperti :
a)      Siswa dapat bertanya jawab secara langsung kepada nara sumber, sehingga mereka memperoleh berbagai pengetahuan dan pengalaman yang terintegrasi .
b)      Siswa dapat melihat gambar, patung, diorama atau bahkan kegiatan manusia, sehingga dapat menangkap informasi dan menggabungkannya
c)      Siswa dapat mencocokan teori yang diperoleh selama pembelajaran ke dalam obyek.
         Menurut Dale (Ali Muhamad, 2004: 89-90), pengajaran dengan kata-kata memiliki nilai yang sangat rendah dalam alur pengalaman manusia. Pengalaman manusia memiliki dua belas tingkatan. Tingkat pengalaman yang paling tinggi adalah pengalaman yang paling kongkrit. Kedua belas pengalaman adalah sebagai berikut :
1)      Verbal Symbol
2)      Visual Symbol
3)      Radio and Recording
4)      Still Pictures
5)      Motion Pictures
6)      Educational Televisiion
7)      Exibition
8)      Study Trips
9)      Demosntration
10)  Dramatized Experiences
11)  Contrived Experiences
12)  Direct Purposeful Experiences(: Muhamad Ali (2004:89)
         Berdasarkan kerucut pengalaman tersebut, pengalaman yang paling tinggi efektivitasnya adalah direct purposeful experience, yaitu pengalaman yang diperoleh dari hasil kontak langsung dengan lingkungan, obyeknya yang berupa binatang, manusia dan sebagainya, dengan cara melakukan perbuatan langsung. Tingkatan kedua adalah pengalaman yang diperoleh melalui model, benda tiruan atau simulasi (contrived experience). Pengalaman tingkat berikutnya adalah dramatized experience, yaitu pengalaman yang diperoleh melalui permainan, sandiwara, boneka, bermain peran dan drama sosial atau psikologis. Demonstrasi diperoleh melalui pertunjukkan. Study trip diperoleh melalui karya wisata, exibition melalui pameran, educational television melalui televisi pendidikan. Motion picture diperoleh melalui gambar mati, slide atau fotografi. Radio and Recording melalui siaran radio atau rekaman suara (audio recording). Visual symbol melalui simbol yang dapat dilihat seperti grafik, bagan atau diagram, dan verbal symbol diperoleh melalui penuturan kata-kata.

BAB II
LAPORAN KEGIATAN YANG DILAKUKAN

A. Penyusunan Program Pembelajaran
         Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan yang difokuskan pada situasi kelas dan biasa disebut dengan Penelitian tindakan kelas (PTK) atau Classroom Action Research.
         Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII E di SMP Muhammadiyah  Semin,  yang berjumlah 38 orang. Pemilihan sasaran dilakukan atas dasar bahwa guru sebagai peneliti dan pengamat akan melakukan tindakan untuk memecahkan masalah yang ada di sekolah dengan tujuan meningkatkan mutu pembelajaran IPS. Pengambilan subjek penelitian dengan kriteria sebagai berikut: (1) Guru yang mengajar IPS sudah banyak pengalaman mengajar lebih dari 5 tahun, (2) Ijasah yang dimiliki adalah S1 (Strata satu).
         Penelitian ini melibatkan Bapak Nanang Mega Derita, S.Pd sebagai guru pelaksana dan Bapak Tugiran S.Pd. sebagai observer.
         Rancangan model penelitian tindakan kelas ini adalah model spiral atau siklus menurut Kemmis dan Taggart (1990: 29). Dengan menggunakan model ini apabila dalam awal pelaksanaan tindakan masih memerlukan perbaikan, maka dapat dilanjutkan pada siklus berikutnya sampai target yang diinginkan tercapai.
      Kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan pada setiap Siklus terdiri dari tiga kali pertemuan. Alokasi waktu untuk setiap kali pertemuan adalah 2 X 40 menit. Program pembelajaran yang dilaksanakan pada setiap Siklus merupakan hasil diskusi antara peneliti, guru pelaksana dan kolabor.
B. Pelaksanaan Pembelajaran
1. Tindakan Siklus 1
a. Kompetensi Dasar
Pada siklus pertama kompetensi dasar yang akan dicapai adalah:
Mendeskripsikan fungsi pajak dalam perekonomian nasional
b. Materi
a)      Pengertian pajak dan retribusi.
b)      Pajak dan fungsinya bagi perekonomian nasional.
c)      Perbedaan pajak langsung dengan pajak tidak langsung.
d)      Fungsi dan peranan pajak dalam kehidupan suatu negara.
e)      Jenis-jenis pajak yang ditanggung oleh keluarga.

c. Hipotesis Tindakan 1
1) Penerapan outdoor activities pada mata pelajaran IPS untuk materi pembelajaran peranan pajak dalam perekonomian Indonesia dengan observasi di Kantor Kecamatan Semin dapat meningkatkan nilai nasionalisme pada siswa.
2) Bukti-bukti yang menunjukkan bahwa outdoor activities dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan nilai nasionalisme siswa dapat diobservasi melalui hasil tes sikap yang mencakup aspek cinta tanah air, kerjasama, persatuan, dan penghargaan, dan pengorbanan.
d. Metode
         Metode pembelajaran yang digunakan adalah ceramah bervariasi, tanya jawab, diskusi kelompok dan ourdoor activities.
 
e. Media
         Media yang digunakan pada pembelajaran adalah contoh bukti pembayaran PBB, contoh slip pembayaran pada supermarket, data-data pembayaran pajak PBB di Kecamatan Semin, OHP dll.
       
f. Proses Pembelajaran
         Materi yang disajikan pada pertemuan pertama adalah mengenai peranan pajak bagi perekonomian Indonesia. Pada bagian pendahuluan guru mengawali pembelajaran dengan apersepsi dan motivasi yang mengarah pada tujuan pembelajaran. Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran, model pembelajaran yang akan diterapkan serta rambu-rambu yang harus diikuti siswa selama proses pembelajaran
         Pada kegiatan inti, guru menyampaikan gambaran materi pembelajaran secara umum dengan menggunakan metode ceramah bervariasi dan tanya jawab. Untuk memperlancar pelaksanaan tugas kelompok pada pertemuan berikutnya, guru membimbing siswa membuat kelompok diskusi. Penentuan anggota kelompok dilakukan secara demokratis. Demikian juga dengan penentuan nama kelompok diserahkan kepada siswa. Guru cukup memberi pengarahan bahwa nama kelompok adalah hal-hal yang berhubungan dengan pajak. Jumlah anggota pada tiap-tiap kelompok maksimal 4 orang, dengan harapan monitoring guru terhadap aktivitas anggota kelompok lebih mudah. Pembentukan kelompok dilakukan dengan mempersilahkan siswa mengambil satu lintingan yang berisi nama kelompok. Setelah semua mendapatkan lintingan, semua siswa dipersilahkan mencari teman yang mendapat nama yang sama untuk menjadi anggota kelompok. Setelah kelompok terbentuk, guru membagi tugas dan Lembar Kerja Siswa pada masing-masing kelompok. Sebelum kegiatan pembelajaran diakhiri, guru menyampaikan mekanisme kerja kelompok pada kegiatan Outdoor di pertemuan berikutnya.
         Pada pertemuan kedua, kegiatan pembelajaran diawali dengan ceking guru terhadap kesiapan siswa mengikuti kegiatan outdoor dengan lokasi Kantor Kecamatan Semin. Siswa berangkat ke Kantor Kecamatan dengan berjalan kaki sekitar 10 menit perjalanan. Sesampai di kantor kecamatan, siswa nampak masih belum berani menemui petugas kantor kecamatan. Pihak kantor kecamatan sangat akomodatif menerima kehadiran siswa SMP Muhammadiyah Semin . Bahkan Bapak Camat Kecamatan Semin berkenan menerima siswa di aula Kecamatan Semin dan turut memberikan informasi yang diperlukan siswa.
         Pertemuan ke-3 siklus pertama diawali dengan apersepsi dan motivasi. Selanjutnya siswa diminta untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, sementara anggota kelompok lain memberikan tanggapan. Pada kegiatan presentasi hasil diskusi, nampak bahwa belum seluruh siswa tertarik untuk aktif mengikuti diskusi. Bahkan kerjasama dalam satu kelompok ketika mempresentasikan hasil diskusi masih kurang. Setiap presentasi satu kelompok diskusi selesai, guru memberikan masukan dan penjelasan untuk kesempurnaan hasil diskusi. Setelah semua kelompok memaparkan hasil diskusi, masing-masing kelompok diminta menempelkan hasil diskusi pada papan tayang. Selanjutnya guru memberi kesempatan pada siswa untuk tanya jawab tentang materi yang disajikan pada pertemuan tersebut.
         Selanjutnya pada kegiatan penutup guru dan siswa membuat kesimpulan. Pada kesempatan ini pula guru menyampaikan nilai-nilai nasionalisme yang dapat diteladani siswa. Kegiatan pembelajaran pada pertemuan tersebut ditutup dengan kegiatan evaluasi dan pemberian tugas untuk pertemuan berikutnya.
2. Tindakan Siklus II
a. Kompetensi Dasar
         Kompetensi dasar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa pada siklus kedua adalah: Mendeskripsikan peristiwa-peristiwa sekitar proklamasi dan proses terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia.
b. Materi
a)      Perbedaan perspektif antar kelompok sekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia
b)      Kronologi proklamasi kemerdekaan Indonesia
c)      Penyebaran berita proklamasi kemerdekaan melalui berita radio,pamflet,selebaran
d)      Proses terbentuknya negara dan pemerintah Republik Indonesia dengan sidang PPKI
e)      Dukungan dari berbagai daerah berupa dukungan spontan dan tindakan heroik dari berbagai daerah.
c. Hipotesis Tindakan Siklus II
1) Penerapan outdoor activities pada mata pelajaran IPS untuk materi pembelajaran perjuangan mempertahankan kemerdekaan dengan observasi di Perpustakaan Sekolah dapat meningkatkan nilai nasionalisme pada siswa.
2) Bukti-bukti yang menunjukkan bahwa outdoor activities dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan nilai nasionalisme siswa dapat diobservasi melalui hasil tes sikap yang mencakup aspek cinta tanah air, kerjasama, persatuan, dan penghargaan, dan pengorbanan.
d. Metode
         Pelaksanaan pembelajaran pada siklus kedua, menggunakan metode ceramah bervariasi, tanya jawab, diskusi kelompok, outdoor activities di Perpustakaan Sekolah
e. Media
         Media yang digunakan dalam proses pembelajaran pada siklus kedua OHP, gambar, foto, peta, dan informasi yang dapat digunakan untuk mengisi Lembar Kerja Siswa.
f. Proses Pembelajaran
         Bapak Nanang Mega Derita, S.Pd sebagai guru pelaksana memulai pembelajaran pada pertemuan pertama siklus kedua dengan memeriksa presensi siswa. Selanjutnya pada awal pembelajaran guru melakukan improvisasi dengan mengajak siswa kelas VIII E melakukan pemanasan dengan menyanyikan lagu ”Hari Merdeka”. Anak-anak tampak antusias menyanyikan lagu tersebut dan wajah-wajah mereka tampak ceria, karena urat syaraf mereka kendor sejenak setelah mereka mengalami ketegangan mengikuti pelajaran sebelumnya. Setelah dirasa siap untuk mengikuti kegiatan pembelajaran, guru melakukan apersepsi dengan menanyakan hal-hal yang berkait dengan peristiwa Proklamasi.
         Memasuki kegiatan inti, guru menyampaikan kompetensi dasar, indikator dan tujuan pembelajaran. Guru menyampaikan materi pembelajaran secara umum dengan ceramah diselingi tanya jawab. Selanjutnya siswa diminta untuk membentuk kelompok seperti pada siklus pertama, namun anggotanya berbeda. Penentuan nama kelompok juga dilakukan secara demokratis, dimana siswa diminta membuat nama yang berkaitan dengan peristiwa sekitar Proklamasi. Setelah kelompok terbentuk, guru membagikan Lembar Kerja Siswa pada masing-masing kelompok. Selanjutnya guru menjelaskan teknis pencarian informasi di Perpustakaan Sekolah, penyelesaian tugas hingga presentasi hasil.
         Pertemuan kedua diisi dengan kegiatan outdoor kunjungan Perpustakaan Sekolah. Pada pertemuan kedua siswa masih mempelajari kompetensi dasar mendeskripsikan peristiwa-peristiwa sekitar proklamasi dan proses terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia. Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan melakukan ceking terhadap kesiapan siswa melaksanakan kegiatan outdoor. Setelah guru pelaksana, peneliti, kolabor serta siswa siap, mereka bersama-sama menuju Perpustakaan Sekolah. Sesampai di Perpustakaan Sekolah guru mempersilahkan siswa secara berkelompok mencari informasi sesuai tugas yang diberikan kepada kelompoknya. Untuk menghemat waktu, guru menganjurkan agar siswa dalam setiap kelompok membagi tugas dalam pencarian informasi, sehingga penyelesaian tugas dapat lebih efisien.
Selanjutnya guru memberikan penjelasan secara singkat tentang teknis kegiatan di Perpustakaan Sekolah. Selanjutnya siswa bekerja sesuai dengan bagiannya masing-masing.
         Setelah pencarian data ataupun informasi selesai, masing-masing kelompok mencari tempat untuk berdiskusi dan menyusun laporan hasil kerja kelompok masing-masing. Beberapa kelompok lebih memilih berdiskusi di dalam ruangan Perpustakaan Sekolah dengan cara duduk-duduk di lantai Perpustakaan Sekolah yang bersih dan sejuk. Beberapa kelompok lain lebih memilih duduk-duduk di rerumputan di bawah pohon rindang. Sesekali beberapa siswa berkunjung kepada kelompok lain untuk bertukar pendapat. Setelah semua siswa menyelesaikan tugas, guru bersama peneliti, kolabor dan siswa mohon diri untuk kembali ke ruang kelas.
         Pada pertemuan III, Guru mengawali dengan menanyakan kehadiran siswa. Setelah itu guru mengadakan apersepsi dengan melakukan tanya jawab tentang materi yang dipelajari pada pertemuan yang lalu. Selanjutnya guru menyampaikan aturan main pelaksanaan presentasi hasil diskusi. Berdasar kesepakatan guru dan siswa, penentuan kelompok yang maju presentasi ditentukan dengan menggunakan lintingan. Kelompok yang mendapat giliran pertama untuk maju adalah kelompok Sukarno-Hatta. Kelompok lain diminta untuk memperhatikan dan selanjutnya memberi masukan ataupun pertanyaan seputar materi yang dipresentasikan oleh kelompok Sukarno-Hatta. Setelah kelompok Sukarno-Hatta selesai mempresentasikan hasil diskusinya, guru membimbing siswa membuat kesimpulan. Demikian seterusnya hingga 8 kelompok maju semua.
         Pada akhir kegiatan pembelajaran, guru menyampaikan evaluasi terhadap kegiatan diskusi. Pada kesempatan ini guru memberikan stresing tentang nilai nasionalisme melalui keteladanan tokoh-tokoh pejuang . Guru meminta siswa untuk meneruskan perjuangan para pahlawan dengan cara giat belajar, senantiasa memupuk semangat persatuan dan kesatuan, saling menghargai sesama dan senantiasa bersemangat untuk menjadi yang terbaik.

3. Pelaksanaan Tindakan pada Siklus III
a. Kompetensi Dasar
         Pada Siklus ketiga kompetensi dasar yang akan dicapai adalah mendeskripsikan permintaan dan penawaran serta terbentuknya harga pasar.
b. Materi
a)      Pengertian dan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan barang/jasa.
b)      Hubungan antara permintaan barang/jasa dengan harga barang/jasa dan kurva permintaan.
c)      Hukum permintaan.
d)      Berlakunya hukum permintaan cateris paribus.
e)      Pengertian penawaran dan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran barang/jasa.
f)        Hubungan antara penawaran dengan harga barang.
g)      Kurva penawaran.dan hukum penawaran.
h)      Pengertian harga.
i)        Macam-macam harga dan penetapan harga oleh pemerintah.
j)        Kurva harga keseimbangan.

c. Hipotesis Tindakan 3
1) Penerapan outdoor activities pada mata pelajaran IPS untuk materi pembelajaran permintaan dan penawaran serta terbentuknya harga pasar dengan observasi di Pasar Larangan Semin dapat meningkatkan nilai nasionalisme pada siswa.
2) Bukti-bukti yang menunjukkan bahwa outdoor activities dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan nilai nasionalisme siswa dapat diobservasi melalui hasil tes sikap yang mencakup aspek cinta tanah air, kerjasama, persatuan, dan penghargaan, dan pengorbanan.

d. Metode
         Metode yang digunakan pada siklus ketiga adalah ceramah bervariasi, tanya jawab, outdoor activities di Pasar Larangan, dan diskusi kelompok.
e. Media/Sumber
Media yang digunakan pada siklus III adalah :
a)      Pengamatan di pasar
b)      Lembar Kerja Siswa
c)      Chart
d)      OHP
f. Proses Pembelajaran
         Pada pertemuan pertama guru memulai dengan menyampaikan kompetensi dasar, indikator dan tujuan pembelajaran. Setelah itu dilanjutkan dengan apersepsi yang dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab hal-hal yang berhubungan dengan pasar. Pada bagian inti guru memberi penjelasan materi secara umum tentang pasar. Setelah penjelasan selesai, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan tentang materi pasar. Selanjutnya guru memberi tugas kepada siswa untuk membuat kelompok kerja dengan anggota kelompok maksimal 5 orang dan anggota kelompok harus berbeda dengan kelompok pada pertemuan sebelumnya. Setiap kelompok diwajibkan memberi nama kelompok dengan hal-hal yang berhubungan dengan pasar. Setelah semua kelompok terbentuk, guru membagikan Lembar Kerja Siswa pada setiap kelompok. Dengan pedoman Lembar Kerja Siswa, setiap kelompok melakukan pembagian tugas pada masing-masing anggotanya. Dengan demikian, tanggung jawab penyelesaian tugas dipikul secara bersama-sama.
Guru mengawali pertemuan kedua dengan apersepsi dan motivasi.Selanjutnya guru menjelaskan teknis pencarian data/informasi kepada semua siswa . Selanjutnya anak-anak meninggalkan kelas menuju ke pasar yang hanya berjarak sekitar 150 m dari sekolah. Dengan dipantau oleh guru, kolabor, dan peneliti, mereka terlihat bersemangat dan ceria . Sesampai di pasar, siswa bekerja sesuai tugas masing-masing. Kegiatan para siswa sempat menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di sekitar pasar. Para siswa tidak lagi merasa canggung mencari informasi untuk melengkapi Lembar Kerja Siswa, sebab sebagian besar pedagang di pasar adalah penduduk semin, sehingga mereka sangat familier dengan para siswa. Kelompok yang sudah selesai mencari informasi, segera kembali ke sekolah dan mulai menyusun laporan.
Pertemuan ketiga diawali dengan kegiatan apersepsi dan motivasi berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkait dengan pasar. Pada kegiatan inti guru menyampaikan aturan main presentasi hasil kerja kelompok. Siswa dan guru sepakat menentukannya dengan model lintingan. Kesempatan pertama di gunakan oleh kelompok Pasar Wage untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, sementara kelompok lain memberikan tanggapan. Pada presentasi hasil diskusi kali ini, terlihat bahwa siswa sudah enjoy dengan kegiatan presentasi. Mereka tampil dengan percaya diri dan tidak gugup lagi. Sementara antusias kelompok lain untuk memberi tanggapan pada kelompok Pasar Wage juga meningkat.
Pada bagian penutup, siswa dan guru menyusun kesimpulan bersama-sama. Selanjutnya guru memberikan evaluasi terhadap pelaksanaan diskusi. Kemudian sebelum pelajaran ditutup, guru melakukan pos tes.

C. Penilaian Hasil Pembelajaran
         Untuk memotret hasil pembelajaran, digunakan beberapa instrumen, diantaranya adalah:
a.Tes Sikap
         Tes sikap digunakan untuk menggali tanggapan siswa terhadap nilai nasionalisme terkait materi pembelajaran yang dipelajari. Hasil tes sikap dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu tanggapan positif yang ditunjukkan dengan jawaban sangat setuju (SS) dan setuju (S). Sedang tanggapan negatif ditunjukkan dengan jawaban tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Keberhasilan tindakan dapat dilihat dari peningkatan tanggapan positif siswa dan menurunnya tanggapan negatif siswa.
       
b. Lembar observasi Aktivitas Siswa
         Lembar observasi merupakan instrumen yang digunakan untuk mengamati keterlaksanaan aspek-aspek nasionalisme pada siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Penilaian dilakukan dengan membubuhkan nilai A (amat baik), B (baik), C (cukup), dan K (kurang). Keberhasilan tindakan ditunjukkan dengan peningkatan persentase siswa yang memperoleh penilaian A dan B pada setiap aspek, dan menurunnya persentase siswa yang memperoleh penilaian C dan K.
       
c. Pre Tes dan Post Tes
         Pelaksanaan pre tes dan pos tes dimaksudkan untuk melihat adanya peningkatan hasil dari segi kognitif. Meningkatnya pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran, akan berdampak pada peningkatan nilai nasionalisme siswa. Dengan demikian, keberhasilan dari tindakan ini dapat dilihat dari meningkatnya persentase ketuntasan siswa dari pre tes ke post tes.
 
A. Kesimpulan
       Hasil Penelitian adalah sebagai berikut:
1.      Penerapan outdoor activities pada siklus I dengan observasi di Kantor Kecamatan Semin dapat meningkatkan nilai nasionalisme pada siswa, yang ditunjukkan dengan tanggapan positif siswa sebesar 61,05 % sebelum tindakan menjadi 72,11 %.
2.      Penerapan outdoor activities pada siklus II dengan kegiatan di Perpustakaan Sekolah dapat meningkatkan nilai nasionalisme pada siswa, yang ditunjukkan dengan tanggapan positif siswa sebesar 72,89 % sebelum tindakan menjadi 83,95 %.
3.      Penerapan Penerapan outdoor activities pada siklus III dengan observasi di Pasar Semin dapat meningkatkan nilai nasionalisme pada siswa, yang ditunjukkan dengan tanggapan positif siswa sebesar 82,11 % sebelum tindakan menjadi 91,84 %.
         Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas tentang peningkatan nilai nasionalisme dalam pembelajaran IPS melalui outdoor activities dapat disimpulkan bahwa upaya untuk meningkatkan nilai nasionalisme dapat ditempuh dengan menggunakan kegiatan pembelajaran di luar kelas. Penerapan outdoor activities memungkinkan siswa dan guru menggunakan benda, bangunan, manusia sebagai nara sumber dan sumber pembelajaran. Selain itu, setting pembelajaran yang tidak terbatas pada sebuah ruangan memungkinkan siswa memiliki kebebasan dalam beraktivitas dalam pembelajaran, sehingga siswa mendapatkan suasana baru. Siswa menjadi lebih berminat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, sehingga kegiatan pembelajaran dapat berlangsung secara efektif.

B. Saran-saran
          Berdasarkan hasil penelitian tindkan yang telah dilakukan, maka peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut:
1.      Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan outdoor melibatkan pihak lain dalam kegiatan pembelajaran, sehingga perlu persiapan yang baik, menyangkut waktu maupun perijinan.
2.      Kepala Sekolah diharapkan dapat mendorong guru IPS khususnya dan mata pelajaran lainnya untuk menerapkan outdoor activities sebagai upaya meningkatkan nilai nasionalisme di kalangan siswa SMP Muhammadiyah Semin.
3.      Outdoor activities dapat diterapkan pada mata pelajaran lain, tidak hanya pada mata pelajaran IPS.
4.      Melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), guru-guru mata pelajaran IPS dapat bekerjasama menyusun rencana outdoor activities.
5.      Melalui kerja sama dengan pihak Pemerintah Daerah, kegiatan outdoor dapat digunakan sebagai media untuk memperkenalkan potensi daerah kepada peserta didik secara dini.



DAFTAR PUSTAKA

Asri Budiningsih, C (2004). Pengembangan kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Yogyakarta: Universitas Yogyakarta.
Barth, J.L (1990). Method of instruction in social studies education. New York: University Press of America.
Bertens, K. (2005). Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Depdiknas (2005). Panduan pengembangan silabus mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs). Jakarta: Depdiknas
Depdiknas (2003). Pendekatan kontekstual. Jakarta. Depdiknas.
De Porter, Bobbi (1999).Quantum Learning.Bandung: Kaifa
Dimyati & Mudjiono (2002). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: PT Rieneka Cipta.
Dryden, Gordon & Jeannette Vos (2004). The learning revolution (Revolusi Cara Belajar). Bandung: Penerbit Kaifa.
Jarolimek, (1986). Social studies in elementary education. New York: Macmillan Publishing Company.
Johnson, Elaine B. (2007). Contextual teaching & learning. (Terjemahan Ibnu Setiawan) California: Corwin Press, Inc., Thousand Oaks. (Buku asli terbit tahun 2002).
Kemmis, S & Tagaart, R (1988). The action research planner. Victoria: Deakin University
Kohn, Hans (1995). Nasionalisme arti dan sejarahnya. (Terjemahan Sumantri Mertodipuro). Jakarta: Pembangunan dan Penerbit Erlangga.
Kirchenbaum, H (1995). 100 Ways to enchance values and morality in two schools and youth setting. Boston: Long WoodnProffesionals Book.
K-12 Social Studies (2003/2004). North Carolina Social Studies Standard Cours of Study)
Linda, N & Eyre Richard (1995). Teaching Your Children Values. New York: Simon Sand Chuster.
Mc Tagaart, Robin. (1991). Action research a short modern history. Geelong, Victoria: Deakin University.
Martorella, P.H. (1994). Social studies for elementary school children, developing young citizen. New York: Merill.
Muchlas Samani, dkk (2003). Pembinaan profesi guru. Jakarta: Depdiknas.
Muhamad Ali.(2004). Guru dalam proses belajar mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Muhammad Idrus, (2005). Carut marut dunia pendidikan. Jurnal Socia. Volume 2, Nomor 2 Desember 2005
Nasution, S (1989). Kurikulum dan pengajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara
Puskur (2006). Model pengembangan silabus mata pelajaran dan rencana pelaksanaan pembelajaran IPS terpadu Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs). Jakarta. Depdiknas.
Rahmat Mulyana (2004). Mengartikulasikan pendidikan nilai. Bandung: PT Gramdia.
Saidihardjo (2005). Tinjauan kritis metode pembelajaran IPS dalam kerangka kurikulum berbasis kompetensi. Jurnal Studi Sosial volume 1/No. 01/Agustus 2005.
Saidihardjo (2004). Pengembangan kurikulum ilmu pengetahuan sosial (IPS). Yogyakarta. Universitas Yogyakarta.
Suryanto (2006). Dinamika pendidikann asional (Dalam Percaturan Dunia Global). Jakarta: PSAP Muhammadiyah.
Turman Kahin ,George Mc (1995). Nasionalisme dan revolusi di Indonesia. UNS Press dan Pustaka Harapan Timur.
Winkel, WS. (1986). Psikologi pengajaran. Jakarta: Gramedia.
Clifford, Mathew & Marica. (2000). Contextual teaching, professional learning, and student experiences: lessons learned from implementation. Diakses tanggal 7 Juli 2007 dari http://www.cew.wisc.edu/teachnet.
Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. TELAGA ILMU - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger