WAKTU KEHIDUPAN

Akhir Orde Baru

Berakhirnya Pemerintahan Orde Baru
       
        Secara substansial, berakhirnya pemerintahan Orde Baru lebih disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi berbagai persoalan bangsa dan negara. Artinya, apabila pemerintahan Presiden Suharto mampu mengatasi segala persoalan bangsa dan negara, niscaya gerakan reformasi tidak akan terjadi. Selama ini, pemerintahan Orde Baru sering mengklaim telah berhasil meningkatkan produksi nasional, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, dan berbagai keberhasilan di bidang fisik dan non fisik, seperti perbaikan sarana transportasi, perumahan, perekonomian, olah raga, pendidikan, keberhasilan pembangunan nasional sering dijadikan slogan bahwa pemerintahan Orde Baru telah berhasil mengubah kondisi kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan pemerintahan orde lama.
        Namun, pemerintahan Orde Baru tidak memberikan gambaran yang benar bahwa keberhasilan itu harus dibayar dengan mahal oleh anak cucu bangsa. Kerusakan hutan, eksploitasi sumber daya alam oleh perusahaan asing yang tidak terkontrol secara baik, harga kebutuhan pokok yang tidak menentu, kehidupan politik yang terpasung, dan sebagainya. Apakah yang dilakukan PT Freefort di Papua? Apakah yang dilakukan oleh PT Newmont di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat? Sebab-sebab berakhirnya pemerintahan Orde Baru adalah terbatasnya kemampuan pemerintah dalam mengatasi persoalan bangsa dan negara, seperti:
       
1. Krisis Moneter
    Ketika krisis moneter melanda negara-negara Asia Tenggara, maka Indonesia merupakan salah satu negara yang paling lemah kemampuannya untuk mengatasi krisis itu. Ada beberapa indikator ukuran ketidakmampuan Indonesia, seperti:
a. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun sampai titik terendah, yaitu Rp 16,000.oo per dollat Amerika Serikat.
b. Lembaga perbankan mengalami keterpurukan sehingga beberapa bank nasional harus dilikuidasi.
c. Harga barang-barang kebutuhan pokok meningkat sangat tinggi.
d. Dunia investasi mengalami kelesuan.
e. Daya beli masyarakat mengalami penurunan.
Ketidakmampuan Indonesia dalam mengatasi krisis moneter sebagai akibat dari:
a. Ketergantungan Indonesia pada modal asing yang sangat tinggi.
b. Ketergantungan Indonesia pada barang-barang impor.
c. Ketidakmampuan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Misalnya, sebagai negara agraris Indonesia masih mengimpor beras, gula, minyak, dan sebagainya. Bersumber dari kesalahan pembangunan  ekonomi yang berorientasi pada industri besar, tetapi tidak didukung dengan pembangunan industri hulu yang
mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi. Misalnya, bahan baku industri textil Indonesia sangat bergantung pada hasil impor. Padahal, Indonesia  adalah salah satu penghasil kapas terbesar di dunia.

2. Krisis Ekonomi
        Krisis moneter membawa dampak yang sangat besar terhadap krisis
ekonomi. Krisis ekonomi ditandai oleh beberapa indikator, seperti:
a. Lemahnya investasi sehingga dunia industri dan usaha mengalami keterpurukan sebagai akibat kekurangan modal.
b. Produktivitas dunia industri mengalami penurunan sehingga PHK menjadi satu-satunya alternatif yang mudah untuk mempertahankan efisiensi perusahaan.
c. Angka pengangguran sangat tinggi sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat menjadi sangat rendah.
Semua itu membawa akibat terhadap kegiatan ekonomi yang semakin rendah dan pada akhirnya produktivitas nasional mengalami penurunan. Ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi bersumber dari beberapa kebijakan pemerintah di bidang ekonomi yang kurang tepat. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kenyataan, seperti:
a. Usaha pemerintah untuk mengembangkan usaha kecil menengah sebagai soko guru perekonomian nasional kurang maksimal.
b. Jiwa kewirausahaan masyarakat tidak dapat berkembang karena terbatasnya peluang dan adanya persaingan yang berat.
c. Pemerintah tidak pernah memperhatikan nasib yang hidup di sector pertanian sehingga para pemuda di desa cenderung pergi ke kota untuk mencari pekerjaan pada sektor industri. Akibatnya, sektor pertanian tidak tergarap secara baik karena kekurangan tenaga kerja di satu sisi dan ketidakmampuan masyarakat memanfaatkan teknologi pertanian di sisi lain.
Kebijakan pemerintah di bidang ekonomi mengakibatkan kemampuan pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi menjadi semakin lemah. Sektor industri tidak mampu bersaing dengan industri negara-negara tetangga. Demikian juga dengan sektor pertanian, di mana hasil pertanian seperti buah-buahan yang dijualbelikan di mall-mall merupakan hasil impor. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi yang dilaksnakan pemerintahan Orde Baru tidak didasarkana pada sumber daya alam maupun sumber daya manusia Indonesia.

3. Krisis Politik
        Sebenarnya, sebagian besar masyarakat Indonesia tidak terlalu peduli terhadap model atau sistem politik yang dibangun oleh pemerintahan Orde Baru. Yang penting masyarakat dapat memperoleh kemudahan dalam mendapatkan pekerjaan, meningkatkan pendapatan, dan memnuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan kata lain, sebagian besar masyarakat hanya mendambakan kehidupan yang tertib, tenang, damai, aman, serta adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan. Namun dalam kenyataannya, dambaan masyarakat itu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan politik yang dibangun pemerintahan Suharto.
        Bahkan, segala kebijakan pembangunan nasional bersumber dari kebijakan politik pemerintah.Oleh karena itu, ketika harapan masyarakat tidak dapat terpenuhi, maka muncul tuntutan-tuntutan agar pemerintah lebih memperhatikan nasib masyarakat kecil.Di sisi lain, kehidupan politik yang represif (yaitu suatu pemerintahan yang ditandai dengan tekanan-tekanan) telah melahirkan konflik, kerusuhan, dan kekacauan sehingga masyarakat merasa cemas dan khawatir karena ketenangan, ketenteraman, dan keamanannya terancam.
        Bahkan, kerusuhan dan kekacauan  itu dapat menghentikan aktivitas masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Keadaan itulah menyebabkan terjadinya krisis politik. Sementara, pemerintahan Orde Baru sendiri tidak mampu mengatasi krisis politik yang berkembang. Oleh karena itu, satu-satunya jawaban yang dipandang paling realistik adalah menuntut Presiden Suharto untuk mengundarkan diri dari jabatannya sebagai presiden. Pemerintahan Orde Baru dan Presiden Suharto dipandang sudah tidak mampu menciptakan kondisi kehidupan yang lebih baik sehingga perlu diganti.

4. Krisis Sosial
        Krisis moneter, ekonomi, dan politik terus melanda kehidupan bangsa dan negara Indonesia dalam waktu yang cukup lama. Bahkan, harapan terjadinya perbaikan kehidupan masyarakat tidak menunjukkan tanda-tanda akan segera datang. Berbagai kesulitan yang dihadapi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupannya semakin hari semakin bertambah berat. Demonstrasi-demonstrasi yang dipelopori para mahasiswa telah mendorong terjadinya krisis sosial. Kerusuhan, kekacauan, pembakaran, dan penjarahan merupakan fenomena yang terus terjadi di beberapa daerah seperti di Situbondo, Tasikmalaya, Kalimantab Barat, dan Pekalongan. Di samping itu, banyaknya pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK) telah menambah krisis sosial. Kenyataan itu merupakan bukti ketidakmampuan pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila masyarakat kemudian menuntut agar Presiden Suharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan.
5. Krisis Hukum
        Kekuasaan kehakiman yang merdeka dari kekuasaan pemerintah belum dapat direalisasikan. Bahkan dalam praktiknya, kekuasaan kehakiman menjadi pelayan kepentingan para penguasa dan kroni-kroninya. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila seseorang yang dianggap bersalah bebas dari hukuman dan seseorang yang dianggap tidak bersalah malah harus masuk ke penjara. Memang harus diakui bahwa sistem peradilan pada masa Orde Baru tidak dapat dijadikan barometer untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Oleh karena itu, bersamaan dengan krisi moneter, ekonomi, dan politik telah terjadi krisis di bidang hokum (peradilan). Keadaan itulah yang menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Orde Baru pimpinan Presiden Suharto.
        Untuk mengatasi krisis multidimensional tersebut, maka satu-satu jalan adalah melaksanakan reformasi total dalam berbagai bidang kehidupan. Para mahasiswa sebagai pelopor gerakan reformasi mengajukan berbagai tuntutan. Misalnya, adili Suharto dan kroni-kroninya, ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN, tegakkan supremasi hukum. Untuk memenuhi tuntutan mahasiswa, Presiden Suharto mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh nasional untuk membentuk Dewan Reformasi yang beranggotakan tokoh agama dan tokoh nasional. Tokoh-tokoh tersebut menolak anggilan dan ajakan Suharto sehingga Presiden Suharto mengundurkan diri
Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. TELAGA ILMU - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger