WAKTU KEHIDUPAN

Latest Post

Melacak Kelahiran Gunungkidul



 Pada waktu Gunungkidul masih merupakan hutan belantara, terdapat suatu desa yang dihuni beberapa orang pelarian dari Majapahit. Desa tersebut adalah Pongangan, yang dipimpin oleh R. Dewa Katong saudara raja Brawijaya. Setelah R Dewa Katong pindah ke desa Katongan 10 km utara Pongangan, puteranya yang bernama R. Suromejo membangun desa Pongangan, sehingga semakin lama semakin ramai. Beberapa waktu kemudian, R. Suromejo pindah ke Karangmojo.
Perkembangan penduduk di daerah Gunungkidul itu didengar oleh raja Mataram Sunan Amangkurat Amral yang berkedudukan di Kartosuro. Kemudian ia mengutus Senopati Ki Tumenggung Prawiropekso agar membuktikan kebenaran berita tersebut. Setelah dinyatakan kebenarannya, Tumenggung Prawiropekso menasehati R. Suromejo agar meminta ijin pada raja Mataram, karena daerah tersebut masuk dalam wilayah kekuasaannya. R. Suromejo tidak mau, dan akhirnya terjadilah peperangan yang mengakibatkan dia tewas. Begitu juga 2 anak dan menantunya. Ki Pontjodirjo yang merupakan anak R Suromejo akhirnya menyerahkan diri, oleh Pangeran Sambernyowo diangkat menjadi Bupati Gunungkidul I. Namun Bupati Mas Tumenggung Pontjodirjo tidak lama menjabat karena adanya penentuan batas-batas daerah Gunungkidul antara Sultan dan Mangkunegaran II pada tanggal 13 Mei 1831.
Gunungkidul (selain Ngawen sebagai daerah enclave Mangkunegaran) menjadi kabupaten di bawah kekuasaan Kasultanan Yogyakarta. Mas Tumenggung Pontjodirjo diganti Mas Tumenggung Prawirosetiko, yang mengalihkan kedudukan kota kabupaten dari Ponjong ke Wonosari. Menurut Mr R.M Suryodiningrat dalam bukunya ”Peprentahan Praja Kejawen” yang dikuatkan buku de Vorstenlanden terbitan 1931 tulisan G.P Rouffaer, dan pendapat B.M.Mr.A.K Pringgodigdo dalam bukunya Onstaan En Groei van het Mangkoenegorosche Rijk, berdirinya Gunungkidul (daerah administrasi) tahun 1831 setahun seusai Perang Diponegoro, bersamaan dengan terbentuknya kabupaten lain di Yogyakarta. Disebutkan bahwa ”Goenoengkidoel, wewengkon pareden wetan lepen opak. Poeniko siti maosan dalem sami kaliyan Montjanagari ing jaman kino, dados bawah ipun Pepatih Dalem. Ing tahoen 1831 Nagoragung sarta Mantjanagari-nipoen Ngajogjakarta sampoen dipoen perang-perang, Mataram dados 3 wewengkon, dene Pangagengipoen wewengkon satoenggal-satoenggalipoen dipoen wastani Boepati Wadono Distrik kaparingan sesebatan Toemenggoeng, inggih poeniko Sleman (Roemijin Denggong), Kalasan serta Bantoel. Siti maosan dalem ing Pengasih dipoen koewaosi dening Boepati Wedono Distrik Pamadjegan Dalem. Makanten oegi ing Sentolo wonten pengageng distrik ingkang kaparingan sesebatan Riya. Goenoengkidoel ingkang nyepeng siti maosan dalem sesebatan nipoen Riya.” Dan oleh upaya yang dilakukan panitia untuk melacak Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul tahun 1984 baik yang terungkap melalui fakta sejarah, penelitian, pengumpulan data dari tokoh masyarakat, pakar serta daftar kepustakaan yang ada, akhirnya ditetapkan bahwa Kabupaten Gunungkidul dengan Wonosari sebagai pusat pemerintahan lahir pada hari Jumat Legi tanggal 27 Mei 1831 atau 15 Besar Je 1758 dan dikuatkan dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Gunungkidul No : 70/188.45/6/1985 tentang Penetapan hari, tanggal bulan dan tahun Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul yang ditandatangani oleh bupati saat itu Drs KRT Sosro Hadiningrat tanggal 14 Juni 1985. Sedangkan secara yuridis, status Kabupaten Gunungkidul sebagai salah satu daerah kabupaten kabupaten yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta dan berkedudukan di Wonosari sebagai ibukota kabupaten, ditetapkan pada tanggal 15 Agustus 1950 dengan UU no 15 Tahun 1950 jo Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1950 pada saat Gunungkidul dipimpin oleh KRT Labaningrat. Guna mengabadikan Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul dibangun prasasti berupa tugu di makam bupati pertama Mas Tumenggung Pontjodirjo dengan bertuliskan Suryo sangkala dan Condro sangkala berbunyi : NYATA WIGNYA MANGGALANING NATA ” HANYIPTA TUMATANING SWAPROJO” Menuruut Suryo sangkala tahun 1831 dibalik 1381, sedang Condro sangkala 1758 dibalik 8571. Itulah tonggak sejarah Kabupaten Gunungkidul berbicara.

BUPATI YANG PERNAH MEMIMPIN KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Kabupaten Gunungkidul sejak berdirinya hingga saat ini sudah tercatat 25 Bupati yang pernah menjabat. Dua puluh Lima Bupati tersebut adalah Mas Tumenggung Pontjodirjo, Raden Tumenggung Prawirosetiko, Raden Tumenggung Suryokusumo, Raden Tumenggung Tjokrokusumo, Raden Tumenggung Padmonegoro,  Raden Tumenggung Danuhadiningrat,Raden Tumenggung Mertodiningrat, KRT.Yudodiningrat, KRT.Pringgodiningrat, KRT.Djojodiningrat, KRT.Mertodiningrat, KRT.Dirjodiningrat,KRT.Tirtodiningrat, KRT.Suryaningrat, KRT.Labaningrat, KRT.Brataningrat, KRT.Wiraningrat, Prawirosuwignyo, KRT.Djojodiningrat,BA, Ir.Raden Darmakun Darmokusumo, Drs.KRT.Sosrodiningrat, Ir.Soebekti Soenarto, KRT.Harsodingrat,BA, Drs.KRT.Hardjohadinegoro (Drs.Yoetikno), Suharto,SH, Prof.Dr Ir Sumpeno Putro, MSc, dan Hj Badingah SSos (Bupati saat ini).



 

Kebijakan Jaman Kolonial

JAMAN THOMAS STAMFORD RAFFLES
DI INDONESIA

Dengan adanya Kapitulasi Tuntang, maka Indonesia jatuh ke tangan Inggris. Inggris mengirimkan Thomas Stamford Raffles sebagai letnan gubernur di Indonesia. Zaman pendudukan Inggris ini hanya berlangsung selama lima tahun, yaitu antara tahun 1811 dan 1816, akan tetapi selama waktu ini telah diletakkan dasar-dasar kebijaksanaan ekonomi yang sangat mempengaruhi sifat dan arah kebijaksanaan pemerintah kolonial Belanda yang dalam tahun 1816 mengambil alih kembali kekuasaan dari pemerintah kolonial Inggris.
     Asas-asas pemerintahan sementara Inggris ini ditentukan oleh Letnan Gubernur Raffles, yang sangat dipengaruhi oleh pengalaman Inggris di India. Pada hakekatnya, Raffles ingin menciptakan suatu sistem ekonomi di Jawa yang bebas dari segala unsur paksaan yang
dahulu melekat pada sistem penyerahan paksa dan pekerjaan rodi yang dijalankan oleh Kompeni Belanda, dalam rangka kerja sama dengan raja-raja dan para bupati. Secara konkrit Raffles ingin menghapus segala penyerahan wajib dan pekerjaan rodi yang selama zaman VOC selalu dibebankan kepada rakyat, khususnya para petani. Kepada para petani ini Raffles ingin memberikan kepastian hukum dan kebebasan berusaha.

Raffles juga ingin agar para petani dapat berdiri sendiri dan bebas menentukan sendiri tanaman apa yang akan dikerjakan. Sebaiknya tanaman yang laku di pasaran dunia, seperti tebu, kopi, nila dan sebagainya. Dalam usahanya untuk menegakkan suatu kebijaksanaan kolonial yang baru, Raffles ingin berpatokan pada tiga asas.
    1. Segala bentuk dan jenis penyerahan wajib maupun pekerjaan rodi perlu dihapuskan dan kebebasan penuh diberikan kepada rakyat untuk menentukan jenis tanaman apa yang hendak ditanam tanpa unsur paksaan apapun juga.
    2. Peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan sebagai penggantinya mereka dijadikan bagian yang integral dari pemerintahan kolonial dengan fungsi-fungsi pemerintahan yang sesuai dengan asas-asas pemerintahan di negeri Barat. Secara konkrit hal ini berarti bahwa para bupati dan kepala pemerintahan pada tingkat rendahan harus memusatkan perhatiannya kepada proyek-proyek pekerjaan umum yang dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk.
    3. Raffles beranggapan bahwa pemerintah kolonial adalah pemilik tanah, maka para petani yang menggarap tanah dianggap sebagai penyewa (tenant) tanah milik pemerintah. Untuk penyewaan tanah ini para petani diwajibkan membayar sewa tanah (land-rent) atau pajak atas pemakaian tanah pemerintah. Sewa tanah inilah selanjutnya yang dijadikan dasar kebijaksanaan ekonomi pemerintah Inggris di bawah Raffles dan kemudian dari pemerintah Belanda sampai tahun 1830.
Di bidang pemerintahan, Raffles membagi pulau Jawa dan Madura menjadi 16 karesidenan yang dikepalai oleh seorang Residen dan dibantu asisten residen dari Eropa. Para bupati dijadikan pegawai pemerintah dengan gaji setiap bulan. Sistem sewa tanah tidak meliputi seluruh pulau Jawa. Misalnya, di daerah-daerah sekitar Jakarta, pada waktu itu Batavia, maupun di daerah-daerah Parahiyangan sistem sewa tanah tidak diadakan, karena daerah-daerah sekitar Jakarta pada umumnya adalah milik swasta, sedangkan di daerah parahiyangan pemerintah kolonial berkeberatan untuk menghapus sistem tanam paksa kopi yang memberi keuntungan besar.
Jelaslah kiranya, bahwa pemerintah kolonial tidak bersedia untuk menerapkan asas-asas liberal secara konsisten jika hal ini mengandung kerugian material yang besar. Mengingat bahwa Raffles hanya berkuasa untuk waktu yang singkat di Jawa, yaitu lima tahun, dan mengingat pula terbatasnya pegawai-pegawai yang cukup dan dana-dana keuangan, sulit menentukan besar kecilnya pajak bagi setiap pemilik tanah, karena tidak semua rakyat mempunyai tanah yang sama, dan masyarakat pedesaan belum mengenal sistem uang, maka tidak mengherankan bahwa Raffles akhirnya tidak sanggup melaksanakan segala peraturan yang bertalian dengan sistem sewa tanah itu.
Gagasan-gagasan Raffles mengenai kebijaksanaan ekonomi kolonial yang baru, terutama yang bertalian dengan sewa tanah, telah sangat mempengaruhi pandangan dari pejabat-pejabat pemerintahan Belanda yang dalam tahun 1816 mengambil alih kembali kekuasaan politik atas pulau Jawa dari pemerintah Inggris. Oleh karena itu tidak engherankan bahwa kebijakan Raffles pada umumnya diteruskan oleh pemerintahan kolonial Belanda yang baru, pertama-tama di bawah Komisaris Jenderal Elout, Buyskes, dan Van der Capellen (1816-1819), dan kemudian di bawah Gubernur Jenderal Van der Capellen (1819-1826) dan Komisaris Jenderal du Bus de Gisignies (1826-1830). Sistem sewa tanah baru dihapuskan dengan kedatangan seorang Gubernur Jenderal yang baru, bernama Van den Bosch, pada tahun 1830 yang kemudian menghidupkan kembali unsur-unsur paksaan dalam penanaman tanaman dagangan dalam bentuk yang lebih keras dan efisien.

 

DI/TII JAWA TENGAH

Catatan Sekilas : 
DI/TII Jawa Tengah
Negara Islam Indonesia (disingkat NII; juga dikenal dengan nama Darul Islam atau DI) yang artinya adalah "Rumah Islam" adalah gerakan politik yang diproklamasikan pada 7 Agustus 1949 (ditulis sebagai 12 Syawal 1368 dalam kalender Hijriyah) oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru saja diproklamasikan kemerdekaannya dan ada di masa perang dengan tentara Kerajaan Belanda sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa "Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam", lebih jelas lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa "Negara berdasarkan Islam" dan "Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Hadits". Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban negara untuk membuat undang-undang yang berlandaskan syari'at Islam, dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Alqur'an dan Hadits Shahih, yang mereka sebut dengan "hukum kafir", sesuai dalam Qur'aan Surah 5. Al-Maidah, ayat 50.Dalam perkembangannya, DI menyebar hingga di beberapa wilayah, terutama Jawa Barat (berikut dengan daerah yang berbatasan di Jawa Tengah), Sulawesi Selatan dan Aceh. Setelah Kartosoewirjo ditangkap TNI dan dieksekusi pada 1962, gerakan ini menjadi terpecah, namun tetap eksis secara diam-diam meskipun dianggap sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia.Amir Fatah merupakan tokoh yang membidani lahirnya DI/TII Jawa Tengah. Semula ia bersikap setia pada RI, namun kemudian sikapnya berubah dengan mendukung Gerakan DI/TII. Perubahan sikap tersebut disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama, terdapat persamaan ideologi antara Amir Fatah dengan S.M. Kartosuwirjo, yaitu keduanya menjadi pendukung setia Ideologi Islam. Kedua, Amir Fatah dan para pendukungnya menganggap bahwa aparatur Pemerintah RI dan TNI yang bertugas di daerah Tegal-Brebes telah terpengaruh oleh "orang-orang Kiri", dan mengganggu perjuangan umat Islam. Ketiga, adanya pengaruh "orang-orang Kiri" tersebut, Pemerintah RI dan TNI tidak menghargai perjuangan Amir Fatah dan para pendukungnya selama itu di daerah Tegal-Brebes. Bahkan kekuasaan yang telah dibinanya sebelum Agresi Militer II, harus diserahkan kepda TNI di bawah Wongsoatmojo. Keempat, adanya perintah penangkapan dirinya oleh Mayor Wongsoatmojo.

Menumpas DI/TII di Jawa Tengah.
DI (Darul Islam) pada hakekatnya adalah persoalan yang ditimbulkan oleh golongan extrim Islam yang akan mendirikan Negara Islam Indonesia yang merdeka dengan agama Islam sebagai dasarnya. Pusat DI di Jawa Barat dipimpin oleh SM. Kartosuwiryo. Kemudian pengaruhnya meluas ke luar daerah yaitu Jawa Tengah, Aceh, Kalimantan dan Sulawesi Selatan. Gerakan tersebut sesungguhnya telah dimulai pada tahun 1946. Akibat perjanjian Renville, pasukan pasukan TNI harus meninggalkan kantong kantong gerilya kemudian melaksanakan hijrah. Keputusan tersebut ditolak oleh Kartosuwiryo, karena politik yang demikian dianggap merugikan perjuangan. Oleh karena itu pasukan Hizbullah dan Sabilillah tidak diizinkan meninggalkan Jawa Barat. Setelah pasukan Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah, Kartosuwiryo lebih leluasa melaksanakan rencananya. Pada bulan Maret 1948 pasukan pasukan itu membentuk gerakan dengan nama Darul Islam (DI) dan tanggal 7 Agustus 1949 Kartosuwiryo memproklamasikan Negara Islam Indonesia (NII) dengan Tentara Islam Indonesia (TII). Hukum yang berlaku di negara Islam itu ialah hukum Islam. Hal ini jelas bahwa NII tidak mengakui UUD 1945 dan Pancasila. DI/TII itu kemudian memusuhi pasukan TNI dengan mengadakan pengadangan dan menyerang pasukan TNI yang sedang dalam perjalanan kembali ke Jawa Barat. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dengan segala cara menyebarkan pengaruh nya ke Jawa Tengah. Gerakan DI/TII di Jawa Tengah di pimpin Amir Fatah. Daerah operasinya di daerah Pekalongan Tegal dan Brebes dimana daerah tersebut mayoritas pendudukanya beragama Islam yang fanatik. Pada waktu daerah pendudukan Belanda terjadi kekosongan, maka pada bulan Agustus 1948 Amir Fatah masuk ke daerah pendudukan Belanda di Tegal dan Brebes dengan membawa 3 kompi Hizbullah. Amir Fatah masuk daerah pendudukan melalui Sektor yang dipimpiin oleh Mayor Wongsoatmojo. Mereka berhasil masuk dengan kedok untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda dan mendapat tugas istimewa dari Panglima Besar Sudirman untuk menyadarkan Kartosuwiryo.Amir Fatah setelah tiba di daerah pendudukan Belanda di Pekalongan dan Brebes kemudian melepaskan kedoknya untuk mencapai tujuan. Dengan jalan intimidasi dan kekerasan berhasil membentuk organisasi Islam yang dinamakan Majlis Islam (MI) mulai tingkat dewasa sampai karesidenan. Disamping itu menyusun suatu  kekuatan yaitu Tentara Islam Indonesia (TII) dan Barisan Keamanan serta Pahlawan Darul Islam (PADI). Dengan demikian di daerah pendudukan, Amir Fatah telah menyusun kekuatan DI di Jawa Tengah. Sementara itu Mayor Wongsoatmojo pada bulan Januari 1949 masuk daerah pendudukan Belanda di Tegal dan Brebes dengan kekuatan 4 kompi. Kemudian diadakan perUndingawn dengan pimpinan Majelis Islam (MI) yang diawali Amir Fatah. Dengan perundingan itu dapat dicapai suatu kerjasama antara pemerintah militer dengan MI juga antara TNI dengan pasukan Hizbullah dan Amir Fatah diangkat menjadi Ketua Koordinator daerah operasi Tegal Brebes. Dibalik itu semuanya Amir Fatah menggunakan kesempatan tersebut untuk menyusun kekuatan TII dan DI nya. Usaha untuk menegakkan kekuasaan di Jawa Tengah semakin nyata. Lebih-lebih setelah datangnya Kamran Cakrabuana sebagai utusan DI/TlI Jawa Barat untuk mengadakan perundingan dengan Amir Fatah maka keadaan berkembang dengan cepat. Amir Fatah diangkat Komandan Pertempuran Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal TII. Sejak itu Amir menyerahkan tanggung jawab dan jabatannya selaku Ketua Koordinator daerah Tegal Brebes kepada Komandan SKS (Sub Wherkraise) III. Ia mengatakan bahwa Amir Fatah dengan seluruh kekuatan bersenjatanya tidak terikat lagi dengan Komandan SWKS III. Untuk melaksanakan cita citanya di Jawa Tengah, DI mengadakan teror terhadap rakyat dan TNI yang sedang mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Dengan demikian dapat dibayangkann betapa berat perjuangan TNI di daerah SWKS III, karena harus menghadapi dua lawan sekaligus yaitu Belanda dan DI/TII pimpinan Amir Fatah. Kemudian pasukan DI mengadakan penyerbuan terhadap markas SWKS III di Bantarsari. Pada waktu itu pula terjadilah pembunuhan massal terhadap satu Regu Brimob pimpinan Komisaris Bambang Suprapto. Pukulan teror DI di daerah SWKS III membuat kekuatan TNI menjadi terpecah belah tanpa hubungan satu sama lain. Akibatnya teror DI tersebut, daerah SWKS III menjadi gawat. Untuk mengatasi keadaan ini Letkol Moch. Bachrun Komandan Brigade 8/WK I mengambil tindakan mengkonsolidasikan SWKS III yang telah terpecah pecah. Kemudian diadakan pengepungan terhadap pemusatan DI. Gerakan selanjutnya dilaksanakan dalam fase ofensif. Gerakan tersebut berhasil memecah belah kekuatan DI/TII sehingga terjadi kelompok kelompok kecil. Dengan terpecahnya kekuatan DI menjadi kelompokkelompok kecil tersebut akhirnya gerakan mereka dapat dipatahkan. Setelah itu gerakan diarahkan kepada pasukan Belanda DI/TII. Gerakan itu dilaksanakan siang dan malam, sehingga kedudukan mereka terdesak. Dalarn keadaan moril pasukan tinggi, datang perintah penghentian tembak menembak dengan Belanda. Akhirya menghasilkan KMB yang keputusan keputusannya harus dilaksanakan oleh TNI antara lain penggabungan KNIL dengan TNI. Dalam situasi TNI berkonsolidasi, Amir Fatah mengambil kesempatan untuk menyusun kekuatan kembali. Kekuatan baru itu memilih daerah Bumiayu menjadi basis dan markas komandonya. Setelah mereka kuat mulai menyerang pos pos TNI dengan cara menggunakan massa rakyat.
Untuk mencegah DI Amir Fatah agar tidak meluas ke daerah daerah lain di Jawa Tengah, maka diperlukan perhatian khusus. Kemudian Panglima Divisi III Kolonel Gatot Subroto mengeluarkan siasat yang bertujuan memisahkan DI Amir Fatah dengan DI Kartosuwiryo, menghancurkan sama sekali kekuatan bersenjatanya dan membersihkan sel sel DI dan pimpinannya. Dengan dasar instruksi siasat itu maka terbentuklah Komando Operasi Gerakan Banteng Nasional (GBN). Daerah Operasi disebut daerah GBN. Pimpinan Operasi GBN yang pertama Letkol Sarbini, kemudian diganti oleh Letkkol M. Bachrun dan terakhir Letkokl A. Yani. Dalam kemimpinan Letkol A. Yani untuk menumpas Di Jawa Tengah dan gerakan ke timur dari DI Kartosuwiryo yang gerakannya meningkat dengan melakukan teror terhadap rakyat, maka dibentuk pasukannya yang disebut Banteng Raiders. Kemudian diadakan perubahan gerakan Banteng dari defensif menjadi ofensif. Gerakan menyerang musuh dilanjutkan dengan fase pembersihan. Dengan demikian tidak memberi kesempatan kepada musuh untuk menetap dan konsolidasi di suatu tempat. Operasi tersebut telah berhasil membendung dan menghancurkan exspansi DI ke timur, sehingga rakyat Jawa tengah tertindar dari bahaya kekacauan dan gangguan keamanan dari DI.
      
 

Pending Emas : Pejuang Pemberani

Sukarelawan Perjuangan Irian barat
   
Herlina Kasim mungkin satu-satunya perempuan Indonesia di jaman modern yang paling berani dan bisa dijadikan “role model” bagi remaja-remaja jaman sekarang, terutama putri-putrinya. Bagaimana tidak ? Di tahun 1963-an Herlina yang waktu itu mungkin umurnya masih belasan, setara anak SMA jaman sekarang, sudah berani diterjunkan di hutan rimba dan rawa buas di Pulau Irian, dalam rangka merebut Irian Barat dari tangan Belanda (FYI, seluruh Indonesia sudah merdeka 17 Agustus 1945, diakui kemerdekaannya oleh dunia internasional Desember 1949, kecuali wilayah Irian Barat yang masih dikuasai Belanda sampai tahun 1962)..
Herlina pun bergabung dengan pasukan RPKAD (Kopassus sekarang) bersama Letnan dr. Ben Mboy dan Letnan Benny Moerdhani. Dan Herlina Kasim adalah pasukan cewek pertama yang terjun di hutan belantara Irian Barat, mungkin dekat dengan kota Merauke sekarang…
Atas keberanian Herlina Kasim, sepulang Herlina ke Jakarta, Presiden RI Ir. Soekarno pun memberinya hadiah berupa emas yang berbentuk seperti “kendi kecil” yang disebut “pending” yang beratnya sekitar 1-2 kg (untuk jelasnya berapa berat pending emas tersebut, tanyalah pada ahlinya). Sejak itu, namanya menjadi “Herlina Kasim, si Pending Emas”..
Herlina waktu mudanya juga cantik jelita, raut mukanya antara Cici Paramida dengan Sabria Kono di jaman sekarang : yaitu putih, cantik, dengan dagu yang seperti lebah menggantung. Bahkan waktu saya SD, wajah Herlina Kasim dijadikan wajah salah satu mata uang kertas rupiah yang berwarna merah menyala, tapi saya lupa nilai nominalnya. Seingat saya sih kalau nggak Rp 100 ya Rp 1000 (sorry ya, sulit ngingatnya, soalnya mata uang kita nilainya suka naik turun nggak karuan)..
Herlina Kasim sendiri tidak sampai berpangkat bintang satu seperti itu, tapi namanya tetap terpatri harum di setiap dada rakyat Indonesia yang masih mengenangnya…
Apakah anda masih ingat Herlina Kasim ?
 

Perjuangan Merebut Irian Barat


A. Latar Belakang Pembebasan Irian Barat
Pengembalian Irian Barat menjadi masalah penting bagi pemerintah Indonesia sejak tahun 1950, yaitu satu tahun setelah penandatanganan KMB. Salah satu isi perjanjian tersebut adalah Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia satu tahun setelah pengakuan kedaulatan. Keputusan tersebut tidak pernah ditepati oleh Belanda. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia berjuang dengan segala cara untuk merebut kembali Irian Barat dari tangan Belanda.
B. Perjuangan Pembebasan Irian Barat
Dalam subbab A telah dijelaskan alasan perjuangan pembebasan Irian Barat. Dalam upaya pembebasan tersebut, bangsa Indonesia menggunakan dua cara. Tahap pertama dengan cara diplomasi, baik dengan Belanda maupun dalam forum internasional. Sedang tahap kedua dengan cara konfrontasi baik konfrontasi politik, ekonomi, maupun militer. Berikut ini akan dijelaskan secara lengkap masingmasing
tahap tersebut.
1. Perjuangan Merebut Irian Barat melalui Diplomasi
Sekalipun pada tanggal 17 Agustus 1950 terjadi perubahan ketatanegaraan di Indonesia dari RIS menjadi NKRI, tetapi masalah Irian Barat belum terselesaikan. Berikut ini beberapa langkah diplomasi dalam penyelesaian Irian Barat.
a. Tanggal 4 Desember 1950 diadakan konferensi Uni Indonesia Belanda. Dalam konferensi itu Indonesia mengusulkan agar Belanda menyerahkan Irian Barat secara de jure. Namun ditolak oleh Belanda.
b. Pada bulan Desember 1951 diadakan perundingan bilateral antara Indonesia dan Belanda. Perundingan ini membahas pembatalan uni dan masuknya Irian Barat ke wilayah NKRI, namun gagal.
c. Pada bulan September 1952, Indonesia mengirim nota politik tentang perundingan Indonesia Belanda mengenai Irian Barat, namun gagal.
d. Perjuangan Diplomasi Tingkat Internasional
1) Dalam Konferensi Colombo bulan April 1954, Indonesia memajukan masalah Irian Barat. Indonesia berhasil mendapat dukungan.
2) Pada tahun 1954 Indonesia mengajukan masalah Irian Barat dalam sidang PBB. Namun mengalami kegagalan karena tidak memperoleh dukungan yang kuat.
3) Dalam KAA tahun 1955 Indonesia mendapat dukungan dalam masalah Irian Barat. Hingga tahun 1956, perundingan antara Indonesia dan Belanda mengenai masalah Irian Barat mengalami kegagalan. Karena mengalami kegagalan dan tidak ada itikad baik dari Belanda untuk menyelesaikannya, maka pemerintah Indonesia mengambil jalan konfrontasi.
2. Perjuangan melalui Konfrontasi
Pemerintah Indonesia secara bertahap mulai mengambil langkah yang konkrit dalam pembebasan Irian Barat. Langkah-langkah tersebut dilakukan melalui konfrontasi ekonomi, politik, dan militer.
a. Konfrontasi Ekonomi
Sejak tahun 1957 Indonesia melancarkan aksi konfrontasi dalam upaya pembebasan Irian Barat. Jalan konfrontasi yang pertama ditempuh adalah konfrontasi bidang ekonomi. Bentuk konfrontasi ekonomi dilakukan dengan tindakan-tindakan berikut.
1) Nasionalisasi de javasche Bank menjadi Bank Indonesia tahun 1951.
2) Pemerintah Indonesia melarang maskapai penerbangan Belanda (KLM) melakukan penerbangan dan pendaratan di wilayah Indonesia.
3) Pemerintah Indonesia melarang beredarnya terbitan berbahasa Belanda.
4) Pemogokan buruh secara total pada perusahan-perusahaan Belanda di Indonesia yang memuncak pada tanggal 2 Desember 1957.
5) Semua perwakilan konsuler Belanda di Indonesia dihentikan mulai 5 Desember 1957 Pada saat itu juga dilakukan aksi pengambilalihan
atau nasionalisasi secara sepihak terhadap perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain Netherlandsche Handel Maatscappij (NHM) menjadi Bank Dagang Negara, Bank Escompto, dan percetakan de Unie.
Tindakan Indonesia yang mengambil alih seluruh modal dan perusahaan Belanda menimbulkan kemarahan Belanda, bahkan negara-negara Barat sangat terkejut atas tindakan Indonesia tersebut. Akibatnya hubungan Indonesia-Belanda semakin tegang, bahkan PBB tidak lagi mencantumkan masalah Irian Barat dalam agenda sidangnya sejak tahun 1958.
b . Konfrontasi Politik
a. Pada tahun 1956 secara sepihak Indonesia membatalkan hasil KMB yang dikukuhkan dalam UU No 13 tahun 1956. Kemudian untuk mengesahkan kekuasaannya atas Irian Barat
b. 17 Agustus 1956 - pemerintah Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat dengan ibukotanya Soa Siu. Wilayahnya meliputi wilayah yang diduduki Belanda serta daerah Tidore, Oba, Weda, Patani, dan Wasile. Gubernurnya yang pertama adalah Zainal Abidin Syah.
c. Dibentuk Partai Persatuan Cenderawasih dengan tujuan untuk dapat segera menggabungkan wilayah Irian Barat ke dalam RI.
d. 4 Januari 1958 - pemerintah membentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat (FNPIB). Dengan tujuan mengerahkan massa dalam upaya pembebasan Irian Barat.
e. 17 Agustus 1960 - Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda

c . Konfrontasi Militer
Untuk meningkatkan perjuangan, Dewan Pertahanan Nasional merumuskan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) yang dibacakan Presiden Soekarno tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta.
Berikut ini isi lengkap Trikora.

TRI KOMANDO RAKYAT
Kami Presiden Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia dalam rangka
politik konfrontasi dengan Belanda untuk membebaskan Irian Barat, telah memberikan
instruksi kepada Angkatan Bersenjata untuk pada setiap waktu yang kami akan tetapkan
menjalankan tugas kewajiban membebaskan Irian Barat Tanah Air Indonesia dari belenggu
kolonialisme Belanda.
          Dan kini, oleh karena Belanda masih tetap mau melanjutkan kolonialisme di tanah air kita
Irian Barat, dengan memecah belah Bangsa dan Tanah Air Indonesia, maka kami perintahkan
rakyat Indonesia, juga yang berada di daerah Irian Barat, untuk melaksanakan Tri Komando
sebagai berikut.
1. Gagalkan pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda kolonial.
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia.
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan
Tanah Air dan Bangsa.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Yogyakarta, 19 Desember 1961
Presiden/Pangti APRI/PBR/Panglima
Besar KOTI Pembebasan Irian Barat
Soekarno.

Sebagai tindak lanjut dari Trikora, pemerintah mengambil langkah-langkah berikut.
1) Membentuk Provinsi Irian Barat gaya baru dengan ibukota Kota Baru.
2) Membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat pada tanggal 13 Januari 1962. Sebagai Panglima Komando Mandala ditunjuk Mayjen Soeharto. Markasnya berada di Makasar. Berikut ini tugas Komando Mandala Pembebasan Irian Barat.
1) Merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi-operasi militer.
2) Menciptakan daerah bebas secara defacto atau mendudukkan unsur kekuasaan RI di Irian Barat.
Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, maka Panglima Mandala menyusun strategi Panglima Mandala. Berikut ini tahapan-tahapan dalam strategi Panglima Mandala tersebut.
1) Sampai tahun 1962, fase infiltrasi dengan memasukkan 10 kompi sekitar sasaran tertentu.
2) Awal tahun 1963, fase eksploitasi dengan mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, dan menduduki semua pos pertahanan musuh.
3) Awal tahun 1964, fase konsolidasi dengan mendudukkan kekuasaan-kekuasaan RI secara mutlak di seluruh Irian Barat.
Pada tanggal 15 Januari 1962 terjadi peristiwa Laut Aru. Ketiga MTB yaitu MTB RI Macan Tutul, MTB RI Harimau, dan MTB Macan Kumbang diserang oleh Belanda dari laut dan udara. Ketika itu ketiga kapal sedang mengadakan patroli di Laut Aru. Komodor Yos Sudarso segera mengambil alih komando MTB Macan Tutul dan memerintahkan kedua MTB lainnya mundur untuk menyelamatkan diri. Dalam pertempuran tersebut, akhirnya MTB Macan Tutul bersama Kapten Wiratno dan Komodor Yos Sudarso terbakar dan tenggelam. Dalam rangka konfrontasi, pemerintah mengadakan operasi militer. Operasi militer yang dilaksanakan antara lain Operasi Serigala (di Sorong dan Teminabuan), Operasi Naga (di Merauke), Operasi Banteng Ketaton (di Fak-Fak dan Kaimana), dan Operasi Jaya Wijaya. Operasi yang terakhir dilaksanakan adalah Operasi Wisnumurti. Operasi ini dilaksanakan saat penyerahan Irian Barat kepada RI tanggal 1 Mei 1963. Pada tanggal yang sama Komando Mandala juga secara resmi dibubarkan.
C. Pelaksanaan Pepera di Irian Barat
Konfrontasi Indonesia dengan Belanda mengenai Irian Barat mendapat perhatian dunia. Badan PBB pun mulai menunjukkan perhatiannya
dengan mengutus Ellsworth Bunker (seorang diplomat Amerika Serikat) untuk menengahi perselisihan antara Indonesia dan Belanda. Bunker mengajukan rencana penyelesaian Irian Barat yang terkenal dengan nama Rencana Bunker (Bunker’s Plan). Berikut ini isi Rencana Bunker.
1. Belanda menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia melalui UNTEA.
2. Rakyat Irian Barat harus diberi kesempatan untuk menentukan pendapat, apakah ingin memisahkan diri atau tetap bersatu dengan RI.
3. Pelaksanaan penyelesaian Irian Barat selesai dalam jangka waktu dua tahun.
4. Untuk menghindari bentrokan fisik di antara pihak yang bersengketa diadakan masa peralihan di bawah pengawasan PBB selama satu tahun.
Pemerintah RI menyetujui usul tersebut, namun Belanda menolaknya. Amerika Serikat yang semula mendukung posisi Belanda, berbalik menekan Belanda agar mau berunding dengan Indonesia. Akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1962, Belanda bersedia berunding dengan Indonesia. Perundingan itu menghasilkan kesepakatan yang diberi nama Perjanjian New York.
Berikut ini isi Perjanjian New York.
1. Penghentian permusuhan.
2. Setelah persetujuan disahkan, paling lambat 1 Oktober 1962 UNTEA menerima Irian Barat dari Belanda. Sejak saat itu, bendera Belanda diturunkan dan diganti dengan bendera PBB.
3. Pasukan Indonesia tetap tinggal di Irian Barat yang berstatus di bawah UNTEA.
4. Angkatan Perang Belanda dan pegawai sipilnya berangsur-angsur dipulangkan dan harus selesai paling lambat 11 Mei 1963.
5. Bendera Indonesia mulai berkibar 31 Desember 1962 di samping bendera PBB.
6. Pemerintah RI menerima pemerintahan di Irian Barat pada tanggal 1 Mei 1963.
7. Pada tahun 1969 diadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera).
 Sebagai tindak lanjut dari Persetujuan New York, Sekjen PBB menunjuk Rolsz Bennet dari Guatemala sebagai Gubernur UNTEA merangkap wakil Sekjen PBB di Irian Barat. Berdasar Persetujuan New York tahun 1962, di Irian Barat diselenggarakan “act of free choice” atau Penentuan Pendapat Rakyat (pepera). Dewan Musyawarah Pepera dengan suara bulat memutuskan bahwa Irian Barat tetap merupakan bagian dari Republik Indonesia.
 

Makna Proklamasi

 Arti Penting Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Setelah berabad-abad bangsa Indonesia memperjuangkan kemerdekaan dan dilandasi oleh semangat kebangsaan, dan telah mengorbankan nyawa maupun harta yang tidak terhitung jumlahnya, maka peristiwa Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 merupakan titik puncak perjuangan tersebut. Proklamasi kemerdekaan merupakan peristiwa yang sangat
penting dan memiliki makna yang sangat mendalam bagi bangsa Indonesia. Berikut ini makna dan arti penting proklamasi kemerdekaan Indonesia :
a. Apabila dilihat dari sudut hukum, proklamasi merupakan pernyataan yang berisi keputusan bangsa Indonesia untuk menetapkan tatanan hukum nasional (Indonesia) dan menghapuskan tatanan hukum kolonial.
b. Apabila dilihat dari sudut politik ideologis, proklamasi merupakan pernyataan bangsa Indonesia yang lepas dari penjajahan dan membentuk Negara Republik Indonesia yang bebas, merdeka, dan berdaulat penuh.
c. Proklamasi merupakan puncak perjuangan rakyat Indonesia dalam mencapai kemerdekaan.
d. Proklamasi menjadi alat hukum internasional untuk menyatakan kepada rakyat dan seluruh dunia, bahwa bangsa Indonesia mengambil nasib ke dalam tangannya sendiri untuk menggenggam seluruh hak kemerdekaan.
e. Proklamasi merupakan mercusuar yang menunjukkan jalannya sejarah, pemberi inspirasi, dan motivasi dalam perjalanan bangsa Indonesia di semua lapangan di setiap keadaan.
Dengan proklamasi kemerdekaan tersebut, maka bangsa Indonesia telah lahir sebagai bangsa dan negara yang merdeka, baik secara de facto maupun secara de jure.
 

Penyebaran Berita Proklamasi

Wilayah Indonesia sangatlah luas. Komunikasi dan transportasi sekitar tahun 1945 masih sangat terbatas. Di samping itu, hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di luar Jawa. Namun dengan penuh tekad dan semangat berjuang, pada akhirnya peristiwa proklamasi diketahui oleh segenap
rakyat Indonesia. Lebih jelasnya ikuti pembahasan di bawah ini.Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala
Bagian Radio dari Kantor Domei, Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan
para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat
pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan. Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah,
Sayuti Melik, dan Sumanang.Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat
Indonesia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan slogan ”Respect our Constitution, August 17!” Hormatilah Konstitusi kami tanggal 17 Agustus! Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan di luar negeri.
Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini para utusan PPKI yang ikut  menyebarkan berita proklamasi.
1. Teuku Mohammad Hassan dari Aceh.
2. Sam Ratulangi dari Sulawesi.
3. Ktut Pudja dari Sunda Kecil (Bali).
4. A. A. Hamidan dari Kalimantan.
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. TELAGA ILMU - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger