WAKTU KEHIDUPAN

Cristian Gonzales : Selalu Berwudhu Sebelum Bertanding

GRESIK – Tidak banyak pendukung timnas Indonesia yang tahu apa kiat sukses Cristian ‘El-Loco’ Gonzales di turnamen AFF Suzuki Cup 2010 ini. Rahasiannya terbilang sederhana dan lumrah dilakukan seorang muslim pada umumnya, sebelum bertanding Gonzales selalu mengambil Air Wudhu.
Tidak sekadar untuk mensucikan diri dengan air, Gonzales yang asli Uruguay tidak pernah lupa meminta dukungan dari guru spiritualnya Hj Nur Hasanah, pemangku Majelis Dzikir An Nur Gresik.Bomber Naturalisasi itu memang meyakini kekuatan doa memberikannya energi positif di atas lapangan, terutama saat membela panji Merah Putih di ajang AFF Suzuki Cup. Asumsi ini ketara jelas saat dirinya menjadi penentu kemenangan Indonesia atas Filipina di Stadion Gelora Utama Bung Karno, (SUGBK) Kamis, (16/12/2010) kemarin. Insting golnya yang tidak pernah padam saat meyambut bola-bola atas, membuat Ibu Pertiwi bersuka cita. Setidaknya, Indonesia sudah menjejakan satu kakinya di final turnamen antar Negara Asia Tenggara ini berkat gol semata wayang ‘Si Gila’ melalui kepalanya. Tidak pernah lelah berdo’a dan berusaha Gonzales diganjar sebagai pencetak gol terbanyak di LSI sebanyak empat kali. Karir ayah Amanda Gonzales, Michael Gonzales, Fernando`Alvaro dan Vanesa Siregar ini terus berkembang dari waktu ke waktu. Dimulai dari Klub Penarol Uruguay (1988-1991), South Amerika (1994-1995), Huracan de Carientes Argentina (1997) dan Deportivo Maldonado (2000-2002) sempat dijajakinya. Kehebatan bakatnya mengolah bola dilanjutkan di kompetisi Indonesia.Pertama kali datang ke tanah Air, tujuh tahun silam, Gonzales mengawali debutnya di Tanah Air bersama PSM Makassar, dilanjutkan Persik Kediri dan kini  memperkuat Persib Bandung Sebelumnya, banyak yang tidak menyangka pria 34 tahun pasangan Eduardo Alfaro dan Meriam Gonzales itu memeluk islam. Menurut cerita Nur Hasanah, pemangku Pondok Pesantren An Nur Gresik yang terletak di Jln Wahidin Sudiruhusodo no VIII/1, lima tahun yang lalu Gonzales resmi mengucapkan dua kalimat syahadat di Masjid Agung Al-Akbar Surabaya disaksikan oleh seorang Ustadz bernama Mustaf.Setelah ritual selesai, Gonzeles diberi nama Mustafa Habibi. Nama Nama Mustafa diambil dari guru spiritualnya, ustadz Mustafa sedangkan Habibi (cintaku) diambil karena rasa cinta kepada sang istri, Eva Nuria Siregar yang dikenalnya di Cile pada 1994 silam Dalam kelanjutannya, Wanita Pekanbaru yang dinikahinya 1995 itu sangat telaten membimbing sang suami untuk mendalami ajaran Islam.Berdasarkan keterangan yang diperloeh Nur Hasanah, Gonzeles resmi menjadi mualaf pada 9 Oktober 2003 silam. “Saya kenal Gonzales lima tahun tahu lalu, sampai saat ini ia kerap datang untuk mengaji dan berzikir,” ucap wanita yang akrab disapa Bunda itu saat Okezone mengunjungi Pondok Pesantrennya, Jum’at (17/12/2010).
Di ponpes seluas 500 meter itu, Gonzales banyak menghabiskan waktunya untuk mendekatkan diri kepada yang kuasa serta menimbah pemahaman tentang Islam. Seperti sholat dan berdzikir. Di areal kompleks pondokan ini terdapat Masjid dan ruang utama tempat para jemaah mengaji dan berdzikir Sedangkan sisi kanan pintu masuk merupakan tempat tinggal  Nur Hasanah. Nah, di masjid yang terbuka itulah, El-Loco menyisihkan pendapatannya dari bermain bola.
 “Ya, memang sebagian merupakan bantuan dari Christian Gonzales. Namun, tidak hanya dia, masih banyak orang lain,” aku Bunda saat menerima wartawan. El-Loco sendiri merupakan satu dari sekian ribu jamaah Dzikir An Nur. Masih banyak para pejabat termasuk diantaranya beberapa meteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid I maupun II yang datang bermunajat ke Majelis Dzikir An Nur. Pengakuan Bunda Nur Hasanah, ketertarikan El-Loco terhadap Islam sudah lama.Jauh, sebelum masuk Islam istrinya selalu mengajaknya ke Majelis Dzikir An Nur untuk memahami dan mengetahui agama Islam lebih mendalam. "Saya ingat betul saat itu Gonzales datang ketika ada problem keluarga. Setelah saya beri nasehat melalui pendalaman agama langsung tertarik dan menjadi santri saya," tuturnya. Sejak saat itu, sang striker memilih Bunda Nur Hasanah sebagai guru spitualnya termasuk saat maupun sebelum bertanding. Bila keluarga El-Loco tidak sempat ikut dzikir ke Majelis Dzikir An Nur di Gresik, Bunda Nur Hasanah menyempatkan diri datang ke apartemen El-Loco di Surabaya. Menariknya, saat Gonzales sedang fokus ke pertandingan piala AFF di Jakarta, ia masih menyisihkan waktu bertemu dan meminta restu kepada Bunda Nur Hasanah baik sebelum maupun sesudah pertandingan. "Saya selalu katakan kepada Gonzales sebelum bertanding terlebih dulu harus mengambil air wudhu dan sholat. Termasuk saat pertadingan dengan Filipina kemarin. Dia menyempatkan menghubungi saya,” akunya. Kebisaan itu ternyata bukan hanya kali ini saja, namun sudah berlangsung lam. Termasuk saat pertandingan di Liga Super Indonesia yang membuatnya selalu mencetak gol. Bahkan, kata Bunda Nur Hasanah, sampai El-Loco menjadi pencetak gol terbanyak empat kali, kebiasaan itu tetap dilakukan.Bunda Nur Hasanah juga menceritakan, bila kepribadian El-Loco sebagai individu yang low profile dan tidak neko-neko. Malah, saat sebelum pertandingan. Pemain asal klub Persib Bandung ini selalu membawa tasbih. "Saya selalu menyarankan kalau mencetak gol harus sujud kepada Allah karena melalui dia manusia diciptakan," pungkas Bunda Nur Hasanah (Sumber : Ashadi Ikhsan, Koran S I, Jumat 17 Desember 2010 )
 

Akhir Orde Baru

Berakhirnya Pemerintahan Orde Baru
       
        Secara substansial, berakhirnya pemerintahan Orde Baru lebih disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi berbagai persoalan bangsa dan negara. Artinya, apabila pemerintahan Presiden Suharto mampu mengatasi segala persoalan bangsa dan negara, niscaya gerakan reformasi tidak akan terjadi. Selama ini, pemerintahan Orde Baru sering mengklaim telah berhasil meningkatkan produksi nasional, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, dan berbagai keberhasilan di bidang fisik dan non fisik, seperti perbaikan sarana transportasi, perumahan, perekonomian, olah raga, pendidikan, keberhasilan pembangunan nasional sering dijadikan slogan bahwa pemerintahan Orde Baru telah berhasil mengubah kondisi kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan pemerintahan orde lama.
        Namun, pemerintahan Orde Baru tidak memberikan gambaran yang benar bahwa keberhasilan itu harus dibayar dengan mahal oleh anak cucu bangsa. Kerusakan hutan, eksploitasi sumber daya alam oleh perusahaan asing yang tidak terkontrol secara baik, harga kebutuhan pokok yang tidak menentu, kehidupan politik yang terpasung, dan sebagainya. Apakah yang dilakukan PT Freefort di Papua? Apakah yang dilakukan oleh PT Newmont di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat? Sebab-sebab berakhirnya pemerintahan Orde Baru adalah terbatasnya kemampuan pemerintah dalam mengatasi persoalan bangsa dan negara, seperti:
       
1. Krisis Moneter
    Ketika krisis moneter melanda negara-negara Asia Tenggara, maka Indonesia merupakan salah satu negara yang paling lemah kemampuannya untuk mengatasi krisis itu. Ada beberapa indikator ukuran ketidakmampuan Indonesia, seperti:
a. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun sampai titik terendah, yaitu Rp 16,000.oo per dollat Amerika Serikat.
b. Lembaga perbankan mengalami keterpurukan sehingga beberapa bank nasional harus dilikuidasi.
c. Harga barang-barang kebutuhan pokok meningkat sangat tinggi.
d. Dunia investasi mengalami kelesuan.
e. Daya beli masyarakat mengalami penurunan.
Ketidakmampuan Indonesia dalam mengatasi krisis moneter sebagai akibat dari:
a. Ketergantungan Indonesia pada modal asing yang sangat tinggi.
b. Ketergantungan Indonesia pada barang-barang impor.
c. Ketidakmampuan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Misalnya, sebagai negara agraris Indonesia masih mengimpor beras, gula, minyak, dan sebagainya. Bersumber dari kesalahan pembangunan  ekonomi yang berorientasi pada industri besar, tetapi tidak didukung dengan pembangunan industri hulu yang
mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi. Misalnya, bahan baku industri textil Indonesia sangat bergantung pada hasil impor. Padahal, Indonesia  adalah salah satu penghasil kapas terbesar di dunia.

2. Krisis Ekonomi
        Krisis moneter membawa dampak yang sangat besar terhadap krisis
ekonomi. Krisis ekonomi ditandai oleh beberapa indikator, seperti:
a. Lemahnya investasi sehingga dunia industri dan usaha mengalami keterpurukan sebagai akibat kekurangan modal.
b. Produktivitas dunia industri mengalami penurunan sehingga PHK menjadi satu-satunya alternatif yang mudah untuk mempertahankan efisiensi perusahaan.
c. Angka pengangguran sangat tinggi sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat menjadi sangat rendah.
Semua itu membawa akibat terhadap kegiatan ekonomi yang semakin rendah dan pada akhirnya produktivitas nasional mengalami penurunan. Ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi bersumber dari beberapa kebijakan pemerintah di bidang ekonomi yang kurang tepat. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kenyataan, seperti:
a. Usaha pemerintah untuk mengembangkan usaha kecil menengah sebagai soko guru perekonomian nasional kurang maksimal.
b. Jiwa kewirausahaan masyarakat tidak dapat berkembang karena terbatasnya peluang dan adanya persaingan yang berat.
c. Pemerintah tidak pernah memperhatikan nasib yang hidup di sector pertanian sehingga para pemuda di desa cenderung pergi ke kota untuk mencari pekerjaan pada sektor industri. Akibatnya, sektor pertanian tidak tergarap secara baik karena kekurangan tenaga kerja di satu sisi dan ketidakmampuan masyarakat memanfaatkan teknologi pertanian di sisi lain.
Kebijakan pemerintah di bidang ekonomi mengakibatkan kemampuan pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi menjadi semakin lemah. Sektor industri tidak mampu bersaing dengan industri negara-negara tetangga. Demikian juga dengan sektor pertanian, di mana hasil pertanian seperti buah-buahan yang dijualbelikan di mall-mall merupakan hasil impor. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi yang dilaksnakan pemerintahan Orde Baru tidak didasarkana pada sumber daya alam maupun sumber daya manusia Indonesia.

3. Krisis Politik
        Sebenarnya, sebagian besar masyarakat Indonesia tidak terlalu peduli terhadap model atau sistem politik yang dibangun oleh pemerintahan Orde Baru. Yang penting masyarakat dapat memperoleh kemudahan dalam mendapatkan pekerjaan, meningkatkan pendapatan, dan memnuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan kata lain, sebagian besar masyarakat hanya mendambakan kehidupan yang tertib, tenang, damai, aman, serta adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan. Namun dalam kenyataannya, dambaan masyarakat itu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan politik yang dibangun pemerintahan Suharto.
        Bahkan, segala kebijakan pembangunan nasional bersumber dari kebijakan politik pemerintah.Oleh karena itu, ketika harapan masyarakat tidak dapat terpenuhi, maka muncul tuntutan-tuntutan agar pemerintah lebih memperhatikan nasib masyarakat kecil.Di sisi lain, kehidupan politik yang represif (yaitu suatu pemerintahan yang ditandai dengan tekanan-tekanan) telah melahirkan konflik, kerusuhan, dan kekacauan sehingga masyarakat merasa cemas dan khawatir karena ketenangan, ketenteraman, dan keamanannya terancam.
        Bahkan, kerusuhan dan kekacauan  itu dapat menghentikan aktivitas masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Keadaan itulah menyebabkan terjadinya krisis politik. Sementara, pemerintahan Orde Baru sendiri tidak mampu mengatasi krisis politik yang berkembang. Oleh karena itu, satu-satunya jawaban yang dipandang paling realistik adalah menuntut Presiden Suharto untuk mengundarkan diri dari jabatannya sebagai presiden. Pemerintahan Orde Baru dan Presiden Suharto dipandang sudah tidak mampu menciptakan kondisi kehidupan yang lebih baik sehingga perlu diganti.

4. Krisis Sosial
        Krisis moneter, ekonomi, dan politik terus melanda kehidupan bangsa dan negara Indonesia dalam waktu yang cukup lama. Bahkan, harapan terjadinya perbaikan kehidupan masyarakat tidak menunjukkan tanda-tanda akan segera datang. Berbagai kesulitan yang dihadapi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupannya semakin hari semakin bertambah berat. Demonstrasi-demonstrasi yang dipelopori para mahasiswa telah mendorong terjadinya krisis sosial. Kerusuhan, kekacauan, pembakaran, dan penjarahan merupakan fenomena yang terus terjadi di beberapa daerah seperti di Situbondo, Tasikmalaya, Kalimantab Barat, dan Pekalongan. Di samping itu, banyaknya pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK) telah menambah krisis sosial. Kenyataan itu merupakan bukti ketidakmampuan pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila masyarakat kemudian menuntut agar Presiden Suharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan.
5. Krisis Hukum
        Kekuasaan kehakiman yang merdeka dari kekuasaan pemerintah belum dapat direalisasikan. Bahkan dalam praktiknya, kekuasaan kehakiman menjadi pelayan kepentingan para penguasa dan kroni-kroninya. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila seseorang yang dianggap bersalah bebas dari hukuman dan seseorang yang dianggap tidak bersalah malah harus masuk ke penjara. Memang harus diakui bahwa sistem peradilan pada masa Orde Baru tidak dapat dijadikan barometer untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Oleh karena itu, bersamaan dengan krisi moneter, ekonomi, dan politik telah terjadi krisis di bidang hokum (peradilan). Keadaan itulah yang menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Orde Baru pimpinan Presiden Suharto.
        Untuk mengatasi krisis multidimensional tersebut, maka satu-satu jalan adalah melaksanakan reformasi total dalam berbagai bidang kehidupan. Para mahasiswa sebagai pelopor gerakan reformasi mengajukan berbagai tuntutan. Misalnya, adili Suharto dan kroni-kroninya, ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN, tegakkan supremasi hukum. Untuk memenuhi tuntutan mahasiswa, Presiden Suharto mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh nasional untuk membentuk Dewan Reformasi yang beranggotakan tokoh agama dan tokoh nasional. Tokoh-tokoh tersebut menolak anggilan dan ajakan Suharto sehingga Presiden Suharto mengundurkan diri
 

PUASA MUHARAM



        Hari-hari ini kita telah memasuki bulan Muharram tahun 1432 Hijriah. Seakan tidak terasa, waktu berjalan dengan cepat, hari berganti hari, pekan, bulan, dan tahun berlalu silih berganti seiring dengan bergantinya siang dan malam. Bagi kita, barangkali tahun baru ini tidak seberapa berkesan karena negara kita tidak menggunakan kalender Hijriah, tetapi Masehi. Dan yang akrab dalam keseharian kita adalah hitungan kalender Masehi. Tanggal lahir, pernikahan, masuk dan libur kantor dan sebagainya. Akan tetapi sebagai seorang muslim kita perlu untuk sejenak menghayati beberapa hal yang terkait dengan penanggalan Islam ini. Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram atau bulan yang dimuliakan Allah. Empat bulan tersebut adalah bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. “Sesungguhnya jumlah bulan di kitabullah (Al Quran) itu ada dua belas bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, empat di antaranya adalah bulan-bulan haram” (QS. At Taubah: 36)
        Kata Muharram artinya “dilarang”. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh masyarakat Jahiliyah. Pada bilan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya. Kemudian ketika Islam datang kemuliaan bulan haram ditetapkan dan dipertahankan sementara tradisi jahiliyah yang lain dihapuskan termasuk kesepakatan tidak berperang.
        Bulan Muharram memiliki banyak keutamaan, sehingga bulan ini disebut bulan Allah (syahrullah). Beribadah pada bulan haram pahalanya dilipatgandakan dan bermaksiat di bulan ini dosanya dilipatgandakan pula. Pada bulan ini tepatnya, tanggal 10 Muharram Allah menyelamatkan nabi Musa as dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Mereka memuliakannya dengan berpuasa. Kemudian Rasulullah SAW menetapkan puasa pada tanggal 10 Muharram sebagai kesyukuran atas pertolongan Allah SWT. Masyarakat Jahiliyah sebelumnya juga berpuasa. Puasa Muharram tadinya hukumnya wajib, kemudian berubah jadi sunnah setelah turun kewajiban puasa Ramadhan. Rasulullah SAW bersabda: “Dari Ibu Abbas ra, bahwa Nabi SAW, ketika datang ke Madinah, mendapatkan orang Yahudi berpuasa satu hari, yaitu ‘Asyuraa (10 Muharram). Mereka berkata, “Ini adalah hari yang agung yaitu hari Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan keluarga Firaun. Maka Nabi Musa as berpuasa sebagai bukti syukur kepada Allah SWT. Rasulullah SAW, berkata, “Saya lebih berhak mengikuti Musa as. Daripada mereka.” Maka beliau berpuasa dan memerintahkan (umatnya) untuk berpuasa”. (HR. Bukhari) Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baiknya puasa setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah Muharram. Dan sebaik-baiknya ibadah setelah ibadah wajib adalah shalat malam.” (HR Muslim)
        Walaupun ada kesamaan dalam ibadah, khususnya berpuasa, tetapi Rasulullah SAW. Memerintahkan pada umatnya agar berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Yahudi, apalagi oleh orang-orang musyrik. Oleh karena itu beberapa hadits menyarankan agar puasa ‘Asyura diikuti oleh puasa satu hari sebelum atau sesudah puasa hari ‘Asyura. Secara umum, puasa Muharram dapat dilakukan dengan beberapa pilihan
* Berpuasa tiga hari, sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya, yaitu puasa tanggal 9, 10 dan 11 Muharram.
* Berpuasa pada hari itu dan satu hari sesudah atau sebelumnya, yaitu puasa tanggal 9 dan 10, atau 10 dan 11 Muharram.
* Puasa pada tanggal 10 saja, hal ini karena ketika Rasulullah SAW memerintahkan untuk puasa pada hari ‘Asyura para sahabat berkata: “Itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, beliau bersabda: “Jika datang tahun depan  insya Allah kita akan berpuasa hari kesembilan, akan tetapi beliau meninggal pada tahun tersebut.” (HR. Muslim)
        Landasan puasa pada tanggal 11 Muharram didasarkan pada keumuman dalil keutamaan berpuasa pada bulan Muharram. Di samping itu sebagai bentuk kehati-hatian jika terjadi kesalahan dalam penghitungan awal Muharram. Selain berpuasa, umat Islam disarankan untuk banyak bersedekah dan menyediakan lebih banyak makanan untuk keluarganya pada 10 Muharram. Tradisi ini memang tidak disebutkan dalam hadits, namun ulama seperti Baihaqi dan Ibnu Hibban menyatakan bahwa hal itu baik untuk dilakukan.
        Demikian juga sebagian umat Islam menjadikan bulan Muharram sebagai bulan anak yatim. Menyantuni dan memelihara anak yatim adalah sesuatu yang sangat mulia dan dapat dilakukan kapan saja. Dan tidak ada landasan yang kuat mengaitkan menyayangi dan menyantuni anak yatim hanya pada bulan Muhaaram. Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam sistem kalender Islam. Oleh karena itu salah satu momentum yang sangat penting bagi umat Islam yaitu menjadikan pergantian tahun baru Islam sebagai sarana umat Islam untuk bermuhasabah terhadap langkah- langkah yang telah dilakukan dan rencana ke depan yang lebih baik lagi.
        Momentum perubahan dan perbaikan menuju kebangkitan Islam sesuai dengan jiwa hijrah Rasulullah SAW dan sahabatnya dari Mekkah ke Madinah. Dari Abu Qatada ra. Rasulullah ditanya tentang puasa hari ‘Asyura, beliau bersabda: “Saya berharap ia bisa menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang telah lewat.” (HR. Muslim) “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al Hasyr: 18)
 

Sekilas Catatan Gerakan Reformasi

GERAKAN REFORMASI :
Sebuah Keharusan Sejarah
Oleh : Sudadi, M.Pd.

Pepatah yang mengatakan bahwa tiada yang kekal di dunia ini pantas dialamatkan kepada pemerintahan Orde Baru pimpinan Presiden Suharto yang telah berkuasa selama 32 tahun. Krisis multidimensi yang melanda negeri tercinta ini telah menjadi penyebab lahirnya gerakan reformasi dan jatuhnya pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998. Bagaimanakah proses lahirnya gerakan reformasi dan jatuhnya pemerintahan Orde Baru? Persoalan ini layak untuk disimak dan dicermati karena mengandung pelajaran yang berharga dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik pada masa yang akan datang.
       
1. Lahirnya Reformasi
    Reformasi merupakan suatu perubahan tatatan perikehidupan lama ke tatanan perikehidupan baru yang lebih baik. Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan yang bertujuan untuk melakukan perubahan dan pembaruan, terutama perbaikan tatanan perikehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial. Dengan demikian, gerakan reformasi telah memiliki formulasi atau gagasan tentang tatanan perikehidupan baru menuju terwujudnya Indonesia baru. Gerakan reformasi merupakan sebuah perjuangan karena hasil-hasilnya tidak dapat dinikmati dalam waktu yang singkat. Hal ini dapat dimaklumi karena gerakan reformasi memiliki agenda pembaruan dalam segala aspek kehidupan. Oleh karena itu, semua agenda reformasi tidak mungkin dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan dan dalam waktu yang singkat. Agar agenda reformasi dapat dilaksanakan dan berhasil dengan baik, maka perlu disusun strategi yang tepat, seperti:
a. Menetapkan prioritas, yaitu menentukan aspek mana yang harus direformasi lebih dahulu dan aspek mana yang direformasi kemudian.
b. Melaksanakan kontrol agar pelaksanaan reformasi dapat mencapai tujuan dan sasaran secara tepat.
    `Reformasi yang tidak terkontrol akan kehilangan arah, dan bahkan cenderung menyimpang dari norma-norma hukum. Dengan demikian, cita-cita reformasi untuk memperbaiki kehidupan masyarakat Indonesia akan gagal. Persoalan pokok yang mendorong atau menyebabkan lahirnya gerakan reformasi adalah kesulitan warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok. Harga-harga sembilan bahan pokok (sembako), seperti beras, terigu, minyak goreng, minyak tanah, gula, susu, telur, ikan kering, dan garam mengalami kenaikan yang tinggi.
    Bahkan, warga masyarakat harus antri untuk membeli sembako itu. Sementara, situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia semakin tidak menentu dan tidak terkendali. Harapan masyarakat akan perbaikan politik dan ekonomi semakin jauh dari kenyataan. Keadaan itu menyebabkan masyarakat Indonesia semakin kritis dan tidak percaya terhadap pemerintahan Orde Baru. Pemerintahan Orde Baru dinilai tidak mampu menciptakan kehidupanmasyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu, tujuan lahirnya gerakan reformasi adalah untuk memperbaiki tatanan perikehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.


2. Sebab-sebab Lahirnya Reformasi
        Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupakan factor atau penyebab utama lahirnya gerakan reformasi. Namun, persoalan itu tidak muncul secara tiba-tiba. Banyak faktor yang mempengaruhinya, terutama ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan hukum. Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan cita-cita Orde Baru. Pada awal kelahirannya tahun 1966, Orde Baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
        Masih ingatkah kamu akan pengertian Orde Baru? Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan- penyimpangan itu melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi, seperti:

a. Krisis politik
        Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun yang sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-kroninya. Artinya, demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk penguasa. Pemerintahan Orde Baru selalu melakukan intervensi terhadap kehidupan politik. Misalnya, ketika Kongres Partai Demokrasi Indonesia (PDI) memilih Megawati Soekarnoputri sebagai ketua partai, sedangkan pemerintahan Suharto menunjuk Drs. Suryadi sebagai ketua PDI. Kejadian itu mengakibatkan keadaan politik dalam negeri mulai memanas. Namun, pemerintahan Orde Baru yang didukung Golongan Karya (Golkar) merasa tidak bersalah. Keadaan itu sengaja direkayasa oleh pemerintah dalam rangka memenangkan pemilihan umum secara mutlak seperti tahun-tahun sebelumnya. Rekayasa-rekayasa politik terus dibangun oleh pemerintah Orde Baru sehingga pasal 2 UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pasal 2 UUD 1945 berbunyi bahwa: ‘Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat’. Namun dalam kenyataannya, kedaulatan ada di tangan sekelompok orang tertentu.
        Anggota MPR sudah diatur dan direkayasa sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme). Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila anggota MPR/DPR terdiri dari para istri, anak, dan kerabat dekat para pejabat negara. Keadaan itu mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya masyarakat terhadap institusi pemerintah, MPR, dan DPR. Ketidakpercayaan itulah yang menyebabkan lahirnya gerakan reformasi yang dipelopori para mahasiswa dan didukung oleh para dosen maupun kaum cendekiawan. Mereka menuntut agar segera dilakukan pergantian presiden, reshuffle kabinet, menggelar Sidang Istimewa MPR, dan melaksanakan pemilihan umum secepatnya.
        Gerakan reformasi menuntut untuk melakukan reformasi total dalam segala bidang kehidupan, termasuk keanggotaan MPR dan DPR yang dipandang sarat KKN.Di samping itu, gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaruan terhadap lima paket Undang-Undang Politik yang dianggap
sebagai sumber ketidakadilan (lihat dalam bok di bawah ini). Keadaan partaipartai politik dan Golkar dianggap tidak mampu menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat Indonesia. Pembangunan nasional selama pemerintahan Orde Baru dipandang telah gagal mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan. Bahkan, pembangunan nasional mengakibatkan terjadinya ketimpangan politik, ekonomi, dan sosial. Krisis politik semakin memanas, setelah terjadi
peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996.
        Peristiwa itu sebagai akibat pertikaian internal dalam tubuh PDI. Kelompok PDI pimpinan Suryadi menyerbu kantor pusat PDI yang masih ditempati oleh PDI pimpinan Megawati. Peristiwa itu menimbulkan kerusuhan yang membawa korban, baik kendaraan, rumah, pertokoan, perkantoran, dan korban jiwa. Pada dasarnya, peristiwa itu merupakan ekses dari kebijakan dan rekayasa politik yang dibangun pemerintahan Orde Baru. Pada masa Orde Baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis. Ciri-ciri kehidupan politik yang represif, di antaranya:
1. Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia).
2. Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau demokrasi rekayasa.
3. Terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.
4. Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga negara (sipil) untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.
5. Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas.
Meskipun Suharto dipilih menjadi presiden melalui Sidang Umum MPR, tetapi pemilihan itu merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis. Ciri-ciri itulah yang menjadi isi tuntutan atau agenda reformasi di bidang politik. Sepanjang tahun 1996, telah terjadi pertikaian sosial dan politik dalam kehidupan masyarakat.
    Kerusuhan terjadi di mana-mana, seperti pada bulan Oktober 1996 di Situbondo (Jatim), Desember 1996 di Tasikmalaya (Jabar) dan di Sanggau Ledo yang meluas ke Singkawang dan Pontianak (Kalbar). Ketegangan politik terus berlanjut sampai menjelang Pemilu Tahun 1997 yang berubah menjadi konflik antar etnik dan agama. Pada bulan Maret 1997, terjadi kerusuhan di Pekalongan (Jateng) yang meluas ke seluruh wilayah Indonesia. Bahkan, kerusuhan di Banjarmasin meminta korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Keadaan itulah yang ikut mendorong lahirnya gerakan reformasi.
        Kekecewaan rakyat semakin memuncak ketika semua fraksi di DPR/MPR mendukung pencalonan Suharto sebagai presiden untuk masa jabatan 1998- 2003. Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998, Suharto terpilih sebagai Presiden RI dan B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden untuk masa jabatan 1998- 2003. Bahkan, MPR menetapkan beberapa ketetapan yang memberikan kewenangan khusus kepada presiden untuk mengendalikan negara. Semua itu tidak dapat dipisahkan dari komposisi keanggotaan MPR yang lebih mengarah pada hasil-hasil nepotisme. Misalnya, menangkap orang-orang yang dianggap membahayakan kekuasaannya, pembentukkan Tim Penembak Khusus (Petrus), pembentukkan dewan-dewan untuk kepentingan kekuasaannya, dan sebagainya. Kekecewaan masyarakat terus bergulir dan berusaha menekan kepemimpinan Presiden Suharto melalui berbagai demonstrasi. Para mahasiswa, anggota LSM, cendekiawan semakin marah ketika beberapa aktivitis ditangkap oleh aparat keamanan. Gerakan reformasi tidak dapat dibendung dan dipandang sebagai satu-satunya jawaban untuk menata kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih baik.

b. Krisis hukum
        Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada bidang politik. Dalam bidang hukumpun, pemerintah melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa. Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945 yanf menyatakan bahwa ‘kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif)’.Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori para mahasiswa, masalah hukum telah menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar setiap persoalan dapat
ditempatkan pada posisinya secara proporsional. Terjadinya ketidakadilan dalam kehidupan masyarakat, salah satunya disebabkan oleh sistem hokum atau peradilan yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, para mahasiswa menuntut agar reformasi di bidang hukum dipercepat pelaksanaannya. Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah pilar terwujudnya kehidupan yang demokratis, sekaligus sebagai wahana untuk mengadili seseorang sesuai dengan kesalahannya.

c. Krisis ekonomi
        Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996 mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ternyata, ekonomi Indonesia tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Pada tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp 2,575.oo menjadi Rp 2,603.oo per dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp 5,000.oo per dollar. Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp 16,000.oo per dollar. Melemahnya nilai tukar rupaih mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan iklim bisnis semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan dan beberapa bank harus dilikuidasi pada akhir tahun 1997. Untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Ternyata, usaha pemerintah itu tidak dapat memberikan
hasil karena pinjaman bank-bank bermasalah justru semakin besar. Keadaan di atas mengakibatkan pemerintah harus menanggung beban hutang yang sangat besar dan kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia semakin menurun dan gairah investasi pun semakin melemah. Akibatnya, pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di mana-mana. Angka penganggguran pun terus meningkat dan daya beli masyarakat terus melemah. Kesenjangan ekonomi yang telah terjadi sebelumnya semakin melebar seiring dengan terjadinya krisis ekonomi.Kondisi perekonomian nasional semakin memburuk pada akhir tahun 1997 sebagai akibat persediaan sembako semakin menipis dan menghilang dari pasar. Akibatnya, harga-harga sembako semakin tinggi. Kekurangan makanan dan kelaparan melanda beberap wilayah Indonesia, seperti di Irian Barat (Papua), Nusa Tenggara Timur, dan beberapa daerah di pulau Jawa. Untuk mengatasi persoalan itu, pemerintah meminta bantuan kepada Dana Moneter Internasional (IMF). Namun, bantuan dana dari IMF belum dapat direalisasikan. Padahal, pemerintah Indonesia telah menandatangani 50 butir kesepahaman, Letter of Intent (LoI) pada tanggal 15 Januari 1998. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti:
1. Hutang Luar Negeri Indonesia. Hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itubukan sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi. Sampai bulan Februari 1998, sebagaimana disampaikan Radius Prawiro pada Sidang Pemantapan Ketahanan Ekonomi yang dipimpin Presiden Suharto di Bina Graha, hutang Indonesia telah mencapai 63,462 dollar Amerika Serikat, sedangkan hutang swasta mencapai 73,962 dollar Amerika Serikat.
2. Pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945. Pemerintah Orde Baru ingin menjadikan negara RI sebagai negara industri. Keinginan itu tidak sesuai dengan kondisi nyata masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agraris dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah (rata-rata). Oleh karena itu, mengubah Indonesia menjadi negara industri merupakan tugas yang sangat sulit karena masyarakat Indonesia belum siap untuk bekerja di sektor industri. Itu semua merupakan kesalahan pemerintahan Orde Baru karena tidak dapat melaksanakan pasal 33 UUD 1945 secara konsisten dan konsekuen.
3. Pemerintahan Sentralistik. Pemerintahan Orde Baru sangat sentralistik sifatnya sehingga semua kebijakan ditentukan dari Jakarta. Oleh karena itu, peranan pemerintah pusat sangat menentukan dan pemerintah daerah hanya sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat. Misalnya, dalam bidang ekonomi, di mana semua kekayaan diangkut ke Jakarta sehingga pemerintah daerah tidak dapat mengembangkan daerahnya. Akibatnya, terjadilah ketimpangan ekonomi antara pusat dan daerah. Keadaan itu mempersulit Indonesia dalam mengatasi krisis ekonomi karena daerah tidak tidak mampu memberikan kontribusi yang memadai.

d. Krisis sosial
        Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial. Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah. Pelaksanaan hukum yang berkeadilan sering menimbulkan ketidakpuasan yang mengarah pada terjadinya demonstrasi-demonstrasi maupun kerusuhan. Sementara, ketimpangan perekonomian Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial.
        Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial.Krisis sosial dapat terjadi di mana-mana tanpa mengenal waktu dan tempat. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah dapat menjadi factor penentu karena sebagian besar warga masyarakat tidak mampu mengendalikan dirinya. Sementara, para mahasiswa dan para cendekiawan dengan kemampuannya dapat mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Untuk itu, salah satu jalan yang sering ditempuh adalah melakukan demonstrasi secara besar-besaran. Semangat para mahasiswa telah mendorong para buruh, petani, nelayan, pedagang kecil untuk melakukan demonstrasi. Semua itu merupakan sumber krisis sosial. Demonstrasi-demonstrasi yang tidak terkendali mengakibatkan kehidupan di perkotaan diliputi kecemasan, rasa takut, tidak tenteram dan tenang. Situasi yang tidak terkendali telah mendorong sebagian masyarakat, terutama dari etnis Cina untuk memilih pergi ke luar negeri dengan alasan keamanan.

e. Krisis kepercayaan
        Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Suharto. Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan. Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakan oleh para mahasiswa, terutama setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi mahasiswa terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang berlangsung secara damai telah berubah menjadi aksi kekerasan, setelah tertembaknya empat orang mahasiswa, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hendriawan Lesmana, Heri
Hertanto, dan Hafidhin Royan. Sedangkan para mahasiswa yang menderita luka ringan dan luka parah pun tidak sedikit jumlahnya, setelah bentrok dengan aparat keamanan yang berusaha membubarkan para demonstran. 
        Pada waktu tragedi Trisakti terjadi, Presiden Suharto sedang menghadiri KTT G-15 di Kairo, Mesir. Masyarakat menuntut Presiden Suharto sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan bertanggung jawab atas tragedi tersebut. Pada tanggal 15 Mei 1998, Presiden Suharto kembali ke Tanah Air dan masyarakat menuntut agar Presiden Suharto mengundurkan diri. Bahkan,beberapa kawan terdekatnya mendesak agar Presiden Suharto segera mengundurkan diri. Dengan demikian, tuntutan pengunduran diri itu tidak hanya datang dari para mahasiswa dan para oposisi politiknya. Kunjungan para mahasiswa ke gedung DPR/MPR yang semula untuk mengadakan dialog dengan para pimpinan DPR/MPR telah berubah menjadi mimbar bebas. Para mahasiswa lebih memilih tetap tinggal di gedung wakil rakyat itu, sebelum tuntutan reformasi total dipenuhinya. Akhirnya, tuntutan mahasiswa tersebut mendapat tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR/MPR. Pada tanggal 18 Mei 1998, pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Suharto mengundurkan diri. Namun, himbauan pimpinan DPR/MPR agar Presiden Suharto mengundurkan diri dianggap sebagai pendapat pribadi oleh pimpinan ABRI. Oleh karena itu, ketidakjelasan sikap elite politik nasional telah mengundang banyak mahasiswa untuk berdatangan ke gedung DPR/MPR.
        Untuk menyikapi perkembangan yang terjadi, Presiden Suharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian, Presiden Suharto mengumumkan tentang pembentukan Dewan Reformasi, perombakan Kabinet Pembangunan VII, segera melakukan Pemilu, dan tidak bersedia dicalonkan kembali. Namun, usaha Presiden Suharto tersebut tidak dapat  dilaksanakan karena sebagian besar orang menolak untuk duduk dalam Dewan Reformasi dan seorang menteri menyatakan mundur dari jabatannya. Keadaan itu merupakan bukti bahwa Presiden Suharto telah menghadapi krisis kepercayaan, baik dari para mahasiswa, aktivis LSM, pihak oposisi, para cendekiawan, tokoh agama dan masyarakat, maupun dari kawankawan terdekatnya. Akhirnya, pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Suharto menyatakan mengundurkan diri (berhenti) sebagai Presiden RI dan menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden. Pada saat itu juga Wakil Presiden B.J. Habibie diambil sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang
baru di Istana Negara.

3. Kronologi Reformasi
Secara garis besar, kronologi gerakan reformasi dapat dipaparkan sebagai
berikut:
a. Sidang Umum MPR (Maret 1998) memilih Suharto dan B.J. Habibie sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI untuk masa jabatan 1998-2003. Presiden Suharto membentuk dan melantik Kabinet Pembangunan VII. Kondisi kehidupan bangsa dan negara tidak kunjung membaik. Perekonomian nasional semakin memburuk dan masalah-masalah sosial semakin menumpuk.Keadaan itu menimbulkan keprihatinkan dan kekhawatiran rakyat Indonesia.
b. Pada bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar demonstrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut penurunan harga barang-barang kebutuhan (sembako), penghapusan KKN, dan mundurnya Suharto dari kursi kepresidenan. Semakin bertambahnya para mahasiswa yang melakukan demonstrasi menyebabkan aparat keamanan kewalahan dan terjadilah bentrok antara para mahasiswa dan aparat keamanan.
c. Pada tanggal 12 Mei 1998, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta telah terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan empat orang mahasiswa (Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto, Hafidhin A. Royan, dan Hendriawan Sie) tertembak hingga tewas dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Kematian empat mahasiswa tersebut mengobarkan semangat para mahasiswa dan kalangan kampus untuk menggelar demonstrasi secara besar-besaran.
d. Pada tanggal 13-14 Mei 1998, di Jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massal dan penjarahan sehingga kegiatan masyarakat mengalami kelumpuhan. Dalam peristiwa itu, puluhan toko dibakar dan isinya dijarah, bahkan ratusan orang mati terbakar.
e. Pada tanggal 19 Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan sekitarnya berhasil menduduki gedung MPR/DPR. Pada saat yang bersamaan, tidak kurang dari satu juta manusia berkumpul di alunalun utara Keraton Yogyakarta untuk menghadiri pisowanan agung, guna mendengarkan maklumat dari Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam VII. Inti isi maklumat tersebut adalah ‘anjuran kepada seluruh masyarakat untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa’.
f. Pada tanggal 19 Mei 1998, Harmoko sebagai pimpinan MPR/DPR mengeluarkan pernyataan berisi ‘anjuran agar Presiden Suharto mengundurkan diri’.
g. Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Suharto mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat untuk dimintai pertimbangan dalam rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Suharto. Namun, usaha itu mengalami kegagalan karena sebagian tokohtokoh yang diundang menolak untuk duduk dalam Dewan Reformasi itu. Sementara, mahasiswa di gedung DPR/MPR tetap menuntut Suharto turun dari kursi kepresidenan.
h. Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 di Istana Negara, Presiden Suharto meletakkan jabatannya sebagai Presiden RI di hadapan Ketua dan beberapa anggota Mahkamah Agung. Berdasarkan pasal 8 UUD 1945, kemudian Suharto menyerahkan jabatannya kepada Wakil Presiden B.J. Habibie sebagai Presiden RI. Pada waktu itu juga B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden RI oleh Ketua MA.


DAFTAR PUSTAKA

Aboe Bakar Loebis. 1992. Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku, dan Saksi.Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Ahmad Subarjo Joyoadisuryo. 1978. Lahirnya Republik Indonesia. Bandung: VN Ternate.
Al-Chaidar. 1998. Reformasi Prematur: Jawaban Islam terhadap Reformasi Total. Jakarta: Darul Fatah.
Atmadji Sumarkidjo. 2000. Mendung di Atas Istana Merdeka. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Audrey R. Kahin. 1985. Pergolakan Daerah pada Awal Kemerdekaan. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.
Benda, Harry J. 1983. The Crescent and the Rising Sun – Indonesian Islam Under the Japanese Occupation 1942 – 1945. Holand/USA : Faris Publications.
Carmelia Sukmawati. 2000. J.A. Dimara: Lintas Perjuangan Putra Papua. Jakarta: PT Sakaprint.
Dewi Fortuna Anwar. 1994. Politik Luar Negeri Indonesia Pasca Perang Dingin. Jakarta: CIDES.
Dwipayana G. Dan Ramadhan K.H. 1989. Suharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (Otobiografi). Jakarta: PT Citra Lamtorogung Persada. Grolier International Inc. 1996. Negara dan Bangsa. Jakarta: PT. Widyadara.
Jong, LD. 1987. Pendudukan Jepang di Indonesia. Suatu Ungkapan
Berdasarkan Dokumentasi Pemerintah Belanda. Jakarta : Kesain
Blance.
Kahin, George Mc. Turnan. 1970. Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca and London: Cornell University Press.
Ketut Sudiri Panyarikan. 1985. Sejarah Indonesia Baru. Masa Pergerakan Nasional Indonesia dan Masa Pendudukan Jepang. IKIP Malang. Malang.   
Koch, D.M.G. 1951. Om de Vrijheid, De Nationalaistische Beweging in Indonesia, terjemahan Abdul Muis. Yayasan Pembangunan. Jakarta.
 

Biografi Buya Syafii

Sekilas : Ahmad Syafi'i Ma'arif

Guru besar Ilmu Sejarah ini dilahirkan di Sumpurkudus, Sumatera Barat, 31 Mei 1935. Sejak kecil Syafii Maarif memang sudah bergumul dengan pengetahuan tentang agama Islam. Hal itu berkat pendidikan dari almarhurn orangtuanya, Makrifah, dan juga dipertajam dengan pendidikan yang dijalani kemudian, yang akhirnya membentuk dirinya hidup secara kental dalam tradisi Islam.
Setamat dari Sekolah Rakyat Ibtidaiyah di Sumpurkudus pada tahun 1947, ia melanjutkan studinya ke Madrasah Mu'allimin Lintau, Sumatera Barat. Pendidikannya di Madrasah Mu'allimin Lintau tersebut kemudian dilanjutkan ke Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah di Yogyakarta sampai tamat pada tahun 1956.
Melanjutkan ke perguruan tinggi bukanlah hal yang mudah bagi Syafii Maarif setelah menamatkan studinya dari Madrasah Mu'allimin Yogyakarta, karena setelah kedua orangtuanya meninggal dunia pembeayaan untuk melanjutkan studinya nyaris terputus. "Saya terdampar di pantai karena belas kasihan ombak," katanya suatu saat mengilustrasikan perjalanan hidupnya dalam sebuah wawancara dengan reporter Majalah KUNTUM. Berkat bantuan dari saudaranya, Syafii Maarif akhirnya bisa melanjutkan studi di Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Surakarta.
Baru satu tahun kuliah, pemberontakan PRRI/Permesta meletus dan menyebabkan terputusnya jalur hubungan Sumatera-Jawa. Dengan demikian, bantuan biaya kuliah dari saudaranya terputus, sehingga ia memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah. Setelah putus kuliah, ia menyambung hidup sebagai guru desa di wilayah Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Motivasi belajar yang dimiliki Syafi'i Ma'arif memang sangat tinggi. Sambil bekerja ia kembali melanjutkan kuliah di Jurusan Sejarah, karena ia tidak mungkin lagi kembali ke Fakultas Hukum. Gelar Sarjana Muda berhasil diraihnya dari Universitas Cokroaminoto pada tahun 1964, dan gelar Sarjananya diperoleh dari IKIP Yogyakarta pada tahun 1968.
Kepakarannya di bidang sejarah semakin teruji, setelah ia memperoleh gelar Master pada Departemen Sejarah Ohio State Universitas, Ameria Serikat. "Pilihan yang tak sengaja itu ternyata telah menuntun saya menemukan hikmah kemanusiaan," kata Syafii Maarif dalam sebuah wawancara dengan wartawan KOMPAS. Baginya, sejarah berbicara tentang kemanusiaan secara totalitas. Ini meru¬pakan studi yang sangat menarik ten¬tang manusia yang memang unik. Gelar Doktoralnya di peroleh pada tahun 1993 dari Universitas Chicago, Amerika Serikat, di Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Dekat. "Sudah 25 tahun terakhir, perhatian terhadap sejarah, filsafat, dan agama melebihi perhatian saya terhadap cabang ilmu yang lain. Namun saya sadar sepenuhnya, bahwa semakin saya memasuki ketiga wilayah itu semakin tidak ada tepinya. Tidak jarang saya merasa sebagai orang asing di kawasan itu, kawasan yang seakan-akan tanpa batas. Terasalah kekecilan diri ini berhadapan dengan luas dan dalamnya lautan jelajah yang hendak dilayari." Kalimat yang rendah hati itu pernah diucapkannya pada pembuka Pidato Pengukuhan Guru Besarnya di IKIP Yogyakarta. "Rendah hati adalah refleksi dari iman," kata Syafii. "Orang semakin berisi biasanya semakin rendah hati. Bukan filsafat ilalang, semakin tinggi semakin liar tumbuhnya."
Syafii Maarif adalah figur ilmuwan yang selalu menempatkan kekuatan religi dalam setiap pergulatan dengan ilmunya. Ia sejarawan dan ahli filsafat, tetapi di tengah masyarakat (setidaknya masyarakat Yogyakarta) dia lebih dikenal sebagai seorang agamawan. "Tidaklah kamu diberi ilmu, kecuali sedikit saja," kata Syafii Maarif mengutip sebuah ayat suci Al Quran. Ini adalah nasehat untuk meredam ambisi dan rasa ingin tahu manusia untuk tidak melangkahi kawasan luar batas kemampuan manusia. Dalam pengertian itulah, maka ia yakin bahwa dalam setiap ilmu pengetahuan ada tanda-tanda keberadaan Tuhan. "Kita harus percaya pada realitas yang ada di luar jangkauan manusia," demikian ia menekankan. Alam semesta dan seluruh muatannya tidak bisa menjelaskan dirinya. Ia diam seribu bahasa mengenai asal-usul kejadian dan keberadaannya. Hanya wahyu yang kemudian menolong otak manusia dan persepsinya guna memahami semua fenomena itu. Hanya lewat agama, manusia bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang tujuan eksistensi manusia dan tentang makna kematian. Filsafat, apalagi sejarah, tidak mampu melakukannya.
Membaca buku adalah kesibukan harian yang dilakukan Syafi'i Ma'arif, selain menjalankan aktivitasnya sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, anggota Dewan Pertimbangan Agung, dan staf pengajar di IKIP Yogyakarta. Tidak heran kalau dia fasih menyitir ungkapan yang berharga dari kalangan ilmuwan, dan juga kaya dengan ungkapan-ungkapan puitis yang bermakna cukup mendalam.
Keterlibatannya sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah merupakan sebuah keharusan sejarah. Ketika reformasi di Indonesia sedang bergulir, Amien Rais yang saat itu menjabat sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah harus banyak melibatkan diri dalam aktivitas politik di negeri ini untuk menjadi salah satu lokomotif pergerakan dalam menarik gerbong reformasi di Indonesia.
Muhammadiyah harus diselamatkan agar tidak terbawa oleh kepentingan-kepentingan jangka pendek. Pada saat itulah, ketika Muhammadiyah harus merelakan Amien Rais untuk menjadi pemimpin bangsa, maka Syafi'i Ma'arif menggantikannya sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sebagai salah seorang Wakil Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
Ia terpilih dan dikukuhkan sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Sidang Pleno Diperluas yang diselenggarakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ia harus melanjutkan tongkat kepemimpinan Muhammadiyah sampai Muktamar Muhammadiyah ke-44 tahun 2000 di Jakarta. Pada Muktamar ke-44 tahun 2000 ia dipilih kembali menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk periode masa jabatan 2000-2005.
 

Biografi : K.H. Ahmad Dahlan




Kampung Kauman menjadi sebuah nama besar sebagai kampung kelahiran seorang Pahlawan Kemerdekaan Nasional Indonesia, Kiai Haji Ahmad Dahlan, dan lahirnya Persyarikatan Muhammadiyah pada 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah yang bertepatan dengan 18 November 1912.
Muhammad Darwisy dilahirkan dari kedua orang tuanya, yaitu KH. Abu Bakar (seorang ulama dan Khatib terkemuka di Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta) dan Nyai Abu Bakar (puteri dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai penghulu kesultanan juga). Ia merupakan anak ke-empat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991).
Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kiyai Murtadla bin Kiyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlul'llah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).
Muhammad Darwisy dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil yang mengajarinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Ia menunaikan ibadah haji ketika berusia 15 tahun (1883), lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah selama lima tahun. Di sinilah ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan ibn Taimiyah. Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh yang besar pada Darwisy. Jiwa dan pemikirannya penuh disemangati oleh aliran pembaharuan ini yang kelak kemudian hari menampilkan corak keagamaan yang sama, yaitu melalui Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot). Ortodoksi ini dipandang menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan yang statis ini harus dirubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadits.
    Pada usia 20 tahun (1888), ia kembali ke kampungnya, dan berganti nama Ahmad Dahlan. Sepulangnya dari Makkah ini, iapun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta. Pada tahun 1902-1904, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah. Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah.

Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Di samping itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).
    Sebagai seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya, ada sebuah nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri, yaitu :
"Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi Hadikusumo).
Dari pesan itu tersirat sebuah semangat yang besar tentang kehidupan akhirat. Dan untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap orang harus mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak ibadah, amal saleh, menyiarkan dan membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan yang benar dan membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah. Dengan demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang sistematis dan kolektif.
Kesadaran seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan kemunduran ummat islam di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab untuk membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh beberapa orang yang diatur secara seksama. Kerjasama antara beberapa orang itu tidak mungkin tanpa organisasi
    Untuk membangun upaya dakwah (seruan kepada ummat manusia) tersebut, maka Dahlan gigih membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya dakwah tersebut, dan juga untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya membangun dan memajukan bangsa ini dengan membangkitkan kesadaran akan ketertindasan dan ketertinggalan ummat Islam di Indonesia. Strategi yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta, karena ia sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk mengajarkan agama Islam di kedua sekolah tersebut. Dengan mendidik para calon pamongpraja tersebut diharapkan akan dengan segera memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat. Demikian juga dengan mendidik para calon guru yang diharapkan akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, karena mereka akan mempunyai murid yang banyak. Oleh karena itu, Dahlan juga mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu'allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu'allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah). Dahlan mengajarkan agama Islam dan tidak lupa menyebarkan cita-cita pembaharuannya. Di samping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Ia dikenal sebagai salah seorang keturunan bangsawan yang menduduki jabatan sebagai Khatib Masjid Besar Yogyakarta yang mempunyai penghasilan yang cukup tinggi. Di samping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat. Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad saw. Kesadaran seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan kemunduran ummat islam di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab untuk membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh beberapa orang yang diatur secara seksama. Kerjasama antara beberapa orang itu tidak mungkin tanpa organisasi Untuk membangun upaya dakwah (seruan kepada ummat manusia) tersebut, maka Dahlan gigih membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya dakwah tersebut, dan juga untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya membangun dan memajukan bangsa ini dengan membangkitkan kesadaran akan ketertindasan dan ketertinggalan ummat Islam di Indonesia.
Strategi yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta, karena ia sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk mengajarkan agama Islam di kedua sekolah tersebut. Dengan mendidik para calon pamongpraja tersebut diharapkan akan dengan segera memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat. Demikian juga dengan mendidik para calon guru yang diharapkan akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, karena mereka akan mempunyai murid yang banyak. Oleh karena itu, Dahlan juga mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu'allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu'allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah). Dahlan mengajarkan agama Islam dan tidak lupa menyebarkan cita-cita pembaharuannya.
    Di samping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Ia dikenal sebagai salah seorang keturunan bangsawan yang menduduki jabatan sebagai Khatib Masjid Besar Yogyakarta yang mempunyai penghasilan yang cukup tinggi. Di samping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.
    Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad saw.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
    Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
    Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah.
Hal ini jelas bertentangan dengan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan mensiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kan,u wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).

Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Dalam bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut, Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang berhaluan maju di bawah pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum Islam ortodoks dari Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang telah mapan (tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab baru di luar mazhab empat yang telah ada dan mapan. Muhammadiyah juga dituduh hendak mengadakan tafsir Qur'an baru, yang menurut kaum ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan tersebut, Ahmad Dahlan menjawabnya dengan perkataan, "Muhammadiyah berusaha bercita-cita mengangkat agama Islam dari keadaan terbekelakang. Banyak penganut Islam yang menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Qur'an dan Hadits. Umat Islam harus kembali kepada Qur'an dan Hadits. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir".
    Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah.
Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan duabelas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering (persidangan umum). Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961.
Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut :
1.    KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan  berbuat.
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya,    telah banyak emberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan,  kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam.
3.    Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
 4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan.
 

Filosofi Kota Yogyakarta



 Dimensi filosofis mengartikan Kraton sebagai duplikat kosmos yang mempunyai kekuatan sentrifugal pada lingkungannya, termasuk manusia sebagai mikro kosmos. Bentuk bangunan Kraton, yang nantinya menjadi sumber bagi planologi kota Yogyakarta penuh dnegan symbol hidup dan kehidupan manusia. Hubungan Tuhan-Manusia,-alam semesta tergambar dalam bentuk bangunan yang memberikan pemahaman filosofis, baik secara metafissis maupun antropologi filsafati.  Seperti kata Dr Damardjati Supajar dalam makalah Tahta untuk Kesejahteraan Rakyat dan Budaya, 1989, “Bangunan kota Yogyakarta Hadiningrat ditata berdasarkan wawasan integral makro dan mikro-kosmologis, mencakup dimensi spatial: lahir dan batin, serta temporal: awal-akhir. Kawasan kraton yang membentang lebih dari 5 km itu merupakan kesatuan kosmologis AUM (Agni/Gunung Merapi, Udaka/ Laut Selatan, dan MAruta/Udara bebas atau segar, di atas Sitihingil, yaitu tanah yang ditinggikan sebagai pengejawantahan akan harkat manusia yang atas perkenaan Tuhan Yang Maha Esa, diangkat atau ditinggikan sebagai Khalifatulah. Itulah unsur Ibu Pertiwinya. Sedangkan unsure kebapak-Angkasanya mencakup Surya, Candra, Kartika yang kesemuanya itu mencakup secara integral pada nama/tekad Hamungkubuwono.”
            Menurut Kebijaksanaan pemerintahan Kotamadya Yogyakarta dalam strategi pengembangan tata ruangnya, planologi kawasan di Yogyakata seperti dalam pola Dasar Pembangunan Kotamadya Yogyakarta, 1988-1993, “Corak pembentukan kota Yogyakarta pada hakekatnya merupakan implementasi dari konsep P. Mangkubumi 1755, yang berdasarkan pada bentuk tata tubuh manusia, dimana kota Yogyakarta terbagi menjadi 2 wilayah, bagian selatan merupakan symbol rohani dan bagian utara merupakan simbol duniawi.” 
            Planologi kota Yogyakarta juga didasarkan pada keserasian makna filosofis sumbu imaginer yang merupakan garis lurus Krapyak-Kraton-Tugu, yang masing-masing di antaranya berdiri bangunan-bangunan yang mempunyai arti dan makan tentang proses kehidupan manusia, mulai dari lahir sampai mati. Kraton Yogyakarta sebagai cikal bakal kota Yogyakarta didirikan oleh R.M. Sujono yang bergelar Pangeran Mangkubumi yang kemudian menjadi raja dengan gelar Sri Sultan Hamungkubuwono I pada tahun 1756  atau tahun Jawa 1682. Pembangunan ini ditandai dengan condrosengkolo memet di pintu gerbang Kemangangan dan di pintu gerbang Gedung Mlati, berupa dua ekor naga berlilitan satu sama lainnya.  Dalam bahasa Jawa “ Dwi Naga Rasa tunggal”. Artinya Dwi = 2, naga = 8, rasa = 6, tunggal = 1. Dibaca dari belakang menjadi 1682.
        Pemilihan lokasi untuk bangunan Kraton ini ditetapkan atas usulan seorang pekatik terpercaya sebagai haisl pengamatannya, bahwa lokasi itu merupakan tempat berkumpulnya burung kuntul dan blekok. Kompleks Kraton terletak di tengah-tengah antara bentangan sungai Code dan sungai Winanga., di hutan Garjitawati dekat desa beringin dan desa Pacetokan. Sumbu imaginernya adalah:
1. Krapyak adalah gambaran tempat asal roh-roh. Di sebelah utaranya terletak kampong Mijen, berasal dari perkataan Wiji (benih), jalan lurus ke utara, di kana kini dihiasi pohon Asem dan Tanjung, menggambarkan kehidupan sang anak yang lurus, bebas dari rasa sedih dan cemas, rupanya nengsemaken serta disanjung-sanjung selalu. 
2. Plengkung Nirbaya (Plengkung Gading). Plengkung ini menggambarkan periode sang anak menginjak dari masa kanak-kanak ke masa pra puber. Dimana sifatnya masih nengsemaken (pohon asem) dan jukan suka menghias diri (nata sinom). Sinom merupakan daun asam yang masih muda.
3.  Alun-alun selatan. Di sini terdapat dua pohon beringin yang disebut Wok. Wok berasal dari kata brewok. Dua pohon beringin di tengah-tengah alun-laun ini menggambarkan bahagian badan yang paling rahasia, oleh sebab itu diberi pagar batu. Jumlah dua menunjukan  laki-laki, sedangkan namanya Supiturang melambangkan perempuan. Disekitar alun-alun ini terdapat lima buah jalan yang bersatu sama lain, menujukan panca indra. Tanah berpasir artinya belum teratur, lepas satu sama lain. Apa yang ditangkap belum teratur oleh panca indera, Keliling alun-alun ditanami pohon Kweni dan Pakel artinya sang anak sudah wani (berani karena sudah akal balig) 
4. Sitihinggil, arti harfiah tanga yang ditinggikan. Di sini terdapat sebuah tratag atau tempat beristirahat beratap anyaman bambu. Kanak kiri tumbuh pohon gayam dengan daun-daunnya yang rindang sertya bunga-bunganya harum sekali.  Siapa saja yang berteduh dibawah tratag ini akan merasa aman, tentram senang dan bahagia. Menggambarkan rasa pemuda-pemudi yang sedang dirindu asmara.
Konsep lain dengan esensi yang sama disampaikan oleh KRT Puspodiningrat (Puspodiningrat, 84;4) bahwa Sitihinggil terdapat dua bangunan untuk penjagaan abdi dalem Gandheg= penghubung = penggandeng. Nama depan hamba (abdi) ini adalah Duto dan Jiwo, dengan maksud Andudut Jiwa =jiwanya ditarik bersamaan antara laki-laki dan perempuan menyalakan api percintaan.
5. Halaman kemandungan, menggambarkan benih dalam kandungan sang ibu.
6.  Regol Gadung mlati sampai kemanggangan merupakan jalan yang sempit kemudian melebar dan terang benderang. Suatu gambaran Anatomis kelahiran sang bayi. Di sini bayi kemudian magang (kemagangan) menjadi calon manusia dalam arti sesungguhnya.
7.  Bangsal Mangun-Tur-Tangkil, sebuah bangsal kecil yang terletak ditratag Sitihinggil, Jadi sebuah bangsal di dalam bangsal yang mempunyuai arti bahwa di dalam badan kita (wadag) ada roh atau jiwa. Manguntur Tangkil berarti tempat yang tinggi untuk anangkil, yaitu menghadap Tuhan yang Maha Kuasa dengan cara mengheningkan cipta atau bersamadi.
Di belakang bangsal in terdapat sebuah bangsal lagi yang disebut bangsal Witono, yang mengandung arti wiwit ono (mulailah), merupakan awal kegiatan spiritual manusia mendekatkan diri dengan Tuhan.
8.Tarub Hagung, merupakan bangunan yang mempunyai 4 tiang tinggi dari pilar besi yang mempunyai bentuk empat persegi. Arti bangunan ini iadalah: siapa yang gemar samadi, sujud kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, berada selalu dalam keagungan.
9.Pagelaran, yang berasal dari kata Pagel = pagol = pager = batas dan aran = nama. Dimana habislah perbedaan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, terutama di hadapan Tuhan. Sehingga semua kalangan di dalam kraton yang menggunakan bahasa yang sama yaitu bahasa karma inggil yang diubah, yang disebut bahasa bagongan.
10.Alun-alun utara(lor) menggambarkan suasana nglangut, suasana tanpa tepi, suasana hati kita dalam samadi. Pohon beringindi tengah alun-alun menggambarkan suasan seakan-akan kita terpisahkan dari diri kita sendiri. Mikrokosmos bersatu dalam makrokosmos. Simpang empat di sebelah utara menunjukan godaan dalam samadi. Apakah kita memilih jalan lurus (Siratal mustaqim) atau menyimpang ke kanan-kiri.
11.Pasar Beringhardjo, pusat godaan setelah kita mengambil jalan lurus berupa godaan akan wanita cantik, makanan yang lezat serta barang-barang mewah.
12. Kepatihan, lambang godaan akan kedudukan atau kepangkatan.
13. Sampailah kita pada Tugu, simbol dari tempat Alif Mutakaliman Wachid, bersatunya kawulo lan gusti, bersatunya hamba dan Tuhan. Manunggaling kawulo lan gusti secara konsepsional dapat dibahas dalam Manunggaling Kawulo Gusti (P.J. Zoetmulder, 1990)
 

PTK : Outdoor Activities

Pembelajaran IPS Dengan Outdoor Activities Di SMP Muhammadiyah Semin
 
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
         Globalisasi telah menempatkan manusia pada dunia tanpa batas (borderless world). Globalisasi yang disertai dengan revolusi di bidang ICT (Information and Communication Technology) membawa pengaruh pada lunturnya nilai nasionalisme di kalangan generasi muda. Berbagai kemudahan memperoleh informasi akibat akselerasi di bidang ICT telah membuat generasi muda Indonesia yang merupakan tulang punggung bangsa teracuni dengan berbagai dampak negatif globalisasi. Hal ini dapat dilihat dari kondisi di lapangan yang menunjukkan bahwa munculnya budaya kekerasarasan, konsumerisme menjadi gaya hidup kawula muda, lunturnya semangat kegotong royongan, kurangnya penghargaan terhadap budaya sendiri, meninggalkan hasil produksi dalam Negri dan lebih membanggakan hasil produksi luar Negri.
         Proses pembelajaran yang diselenggarakan secara formal di sekolah dimaksudkan untuk mengarahkan perubahan diri siswa secara terencana baik aspek pengetahuan, ketrampilan maupun sikap. Mata pelajaran IPS juga memiliki tujuan agar siswa memiliki perubahan pada aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Namun banyaknya materi bahasan yang dibebankan oleh kurikulum dengan keterbatasan waktu yang tersedia merupakan kendala bagi guru untuk dapat mengoptimalkan penanaman nilai-nilai, termasuk nilai nasionalisme pada siswa. Untuk mengejar target kurikulum, guru dalam pembelajaran cenderung lebih menekankan penguasaan materi ajar (Saidihardjo, 2005: 111).
         Kegiatan pembelajaran selama ini hanya berlangsung di ruang-ruang kelas dengan memanfaatkan sumber pembelajaran yang monoton, dan belum memanfaatkan kegiatan di luar kelas (outdoor activities), sehingga guru mengalami kesulitan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang bervariasi. Akibatnya pembelajaran IPS berlangsung kaku dan formal. Menyikapi kondisi tersebut, perlu disimak pernyataan Paulo Freire (Muhammad Idrus, 2005: 161) yang mengatakan bahwa every place is a school, every one is teacher. Artinya bahwa setiap orang adalah guru, guru bisa siapa saja, dimana saja, serta hadir kapan saja, tanpa batas ruang, waktu, kondisi apapun. Dengan demikian siapa saja dapat menjadi guru dan pembelajaran tidak harus berlangsung di dalam kelas, sebab setiap tempat dapat menjadi tempat untuk belajar. Konsep Paulo Freire sangat tepat bila dihubungkan dengan metode outdoor activities. Outdoor activities dapat menjadi salah satu alternatif bagi pengayaan sumber pembelajaran.
         Pembelajaran IPS di SMP Muhammadiyah Semin masih bersifat verbalistis, belum memanfaatkan sumber-sumber pembelajaran yang ada di lingkungan sekitar. Padahal letak SMP Muhammadiyah Semin yang berdekatan dengan Pasar Pusat Pemerintahan Tingkat Kecamatan Semin  seharusnya dapat memanfaatkan sumber-sumber pembelajaran yang ada di dalamnya.
         Kesan bahwa mata pelajaran IPS sangat padat dan luas akan menimbulkan perasaan bahwa IPS merupakan mata pelajaran yang sulit dan membosankan. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dapat berlangsung efektif apabila siswa dapat berinteraksi langsung dengan obyek, peristiwa, situasi dan kondisi kehidupan sehari–hari melalui sumber belajar. Begitu pula pembelajaran IPS yang disajikan guru seperti tercantum dalam kurikulum tidak banyak berarti apabila disajikan dalam bentuk informasi atau ceramah saja, tanpa memahami kondisi nyata. Proses pembelajaran harus dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk mampu mengembangkan potensinya secara optimal, sehingga dalam proses pembelajaran terjadi transfer of learning, transfer of training dan transfer of principles.
Dalam rangka meningkatkan profesionalisme, para guru melakukan penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Namun sejauh ini, penelitian lebih banyak terfokus pada upaya peningkatan hasil pembelajaran pada aspek kognitif. Penelitian yang memfokuskan pada hasil pembelajaran secara terintegrasi baik aspek kognitif, afektif, dan psikomotor masih jarang dilakukan. Peneliti memandang penelitian yang terfokus pada hasil pembelajaran secara terintegrasi baik aspek kognitif, afektif, dan psikomotor merupakan hal yang urgen dilakukan. Hal tersebut mengingat mata pelajaran IPS merupakan salah satu wahana bagi pewarisan nilai-nilai, khususnya nilai nasionalisme yang pada saat sekarang mengalami degradasi. Bila tidak ada yang memulai mengupas permasalahan tersebut, maka misi mata pelajaran IPS sebagai wahana pewarisan nilai nasionalisme tidak akan efektif. Akibatnya, degradasi nilai nasionalisme pada generasi muda tidak dapat dihindari. Lunturnya nilai nasionalisme pada suatu bangsa akan dapat mengancam tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengingat urgensi pewarisan nilai nasionalisme pada generasi muda, maka peneliti memandang perlu diadakan penelitian tentang peningkatan nilai nasionalisme dalam pembelajaran IPS dengan penerapan outdoor activities di SMP Muhamadiyah Semin.
B. Ruang Lingkup
         Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa masalah sebagai berikut:
1.      Lunturnya semangat nasionalisme di kalangan generasi muda
2.      Pembelajaran hanya dilaksanakan di kelas, belum memanfaatkan sumber-sumber belajar di luar kelas
3.      Penyampaian materi pelajaran lebih mengedapankan aspek pengetahuan, daripada penyampaian nilai–nilai yang terkandung pada materi pelajaran.
4.      Alokasi waktu dalam pembelajaran kurang mencukupi
5.      Kegiatan penelitian lebih banyak terfokus pada peningkatan hasil belajar pada ranah kognitif saja.
Sehubungan dengan banyaknya permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran IPS, maka penelitian ini dibatasi pada masalah lunturnya nilai nasionalisme, penyampaian materi pelajaran yang lebih mengedepankan aspek pengetahuan dan pembelajaran yang hanya dilakukan di dalam kelas dan belum memanfaatkan sumber-sumber di luar kelas. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan pada upaya peningkatan nilai nasionalisme pada siswa dengan penerapan outdoor activities dalam pembelajaran IPS sehingga masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apakah penerapan outdoor activities dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan nilai nasionalisme pada siswa?
2.      Apakah bukti-bukti yang menunjukkan bahwa penerapan outdoor activities dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan nilai nasionalisme?
 C. Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, yang dapat dirinci sebagai berikut:
1.      Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pencapaian tujuan pembelajaran IPS secara terintegrasi baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.
2.      Tujuan khusus:
Untuk meningkatkan internalisasi nilai nasionalisme pada siswa SMP Muhammadiyah Semin.
Pelaksanaan penelitian ini diharapkan akan membawa manfaat pada berbagai pihak, seperti:
        Bagi siswa:
a)      Meningkatkan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran
b)      Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran secara terintegrasi pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
c)      Menanamkan nilai-nilai nasionalisme pada siswa melalui penerapan outdoor activities.
        Bagi Guru:
a)      Menemukan solusi bagi permasalahan dalam pembelajaran IPS
b)      Menemukan solusi yang tepat bagi peningkatan penanaman nilai nasionalisme pada siswa
c)      Meningkatkan profesionalisme guru.
D. Sajian Definisi
a. Nilai Nasionalisme
Menurut Nasution (1989: 133) nilai adalah seperangkat sikap yang dijadikan dasar pertimbangan, standar atau prinsip sebagai ukuran dalam kelakuan. Sedang menurut Hans Jonas (Bertens, 2005: 139) nilai adalah the addresse of a yes. Artinya nilai adalah sesuatu yang ditujukan dengan ya. Nilai merupakan sesuatu yang mempunyai konotasi positif. Dalam dunia pendidikan nilai merupakan salah satu bagian dari pendidikan afektif. Tujuan pendidikan afektif adalah membantu siswa agar meningkat dalam hierarki afektif, yakni dari tingkat paling bawah (menerima pernyataan tentang nilai-nilai) melalui tingkat merespons terhadap nilai-nilai kemudian menghargainya, merasa komitmen terhadap nilai-nilai itu dan akhirnya menginternalisasikan sistem nilai sebagai tingkat tertinggi dalam perkembangan afektif.
         Berkait dengan pendekatan pendidikan nilai, Kirchenbaum(1995: 31) menyarankan pendidikan nilai yang komprehensif yang meliputi Inculcation (Inkulkasi), Fasilitation (fasilitasi), dan pembinaan ketrampilan (skill building). Pendekatan penanaman nilai (inkulkasi) mengusahakan agar para siswa mengenal dan menerima nilai sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pilihan, menentukan pendirian, menerapkan nilai sesuai dengan keyakinan diri.
         Hans Kohn (Sumantri Mertodipuro,1984 : 11) mengatakan bahwa nasinalisme adalah paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Perasaan yang sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengan tradisi-tradisi setempat dan penguasa-penguasa resmi di daerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda–beda .
         Menurut Synder (1954: 148), nationalisme is primarly concerned with the independence and unity of the nation. Maksudnya bahwa nasionalisme merupakan suatu paham yang mengutamakan persatuan dan kebebasan bangsa. Nasionalisme memuat beberapa prinsip yaitu: kesatuan/unity, kebebasan/liberty, kesamaan/equality, kepribadian/individuality, prestasi (http://www.mediaindo.co.id/cetak).
         Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai nasionalisme dapat diartikan sebagai keyakinan bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan yang mencakup unsur-unsur cinta tanah air, persatuan, persamaan, penghargaan, pengorbanan dan diujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku dalam berbagai aspek.
 b. Pembelajaran IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang diajarkan guna mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sosiologi, sejarah, antropologi, ilmu politik, dan sebagainya dengan menampilkan permasalahan sehari-hari masyarakat sekeliling.
Barth (1990:360) mengemukakan, Social Studies was assigned the mission of citizenship education, that mission included the study of personal/social problems in an interdiciplinary integrated school curriculum that would emphasize the practice of decision making. Maksudnya adalah Ilmu Pengetahuan Sosial membawa misi pendidikan kewarganegaraan dimana di dalam misi itu dikandung belajar individu atau masalah sosial dalam lintas disiplin terintegrasi kurikulum sekolah yang akan menekankan pengambilan keputusan yang praktis.
Menurut NCSS(national Counsil for Social Studies 1992):
“Social studies is the integrated study of social science and humanities to promote civic competence. Within the school pogram, socials studies provides coordinated, systematic study drawing upon such diciplines as anthropology, archeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology as well as appropriate content fom humanities, mathematics and natural sciences”.
(http://www.social studies.org/standard/membership/)
Artinya studi sosial merupakan studi terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial untuk mengembangkan potensi kewarganegaraan yang dikoordinasikan dalam program sekolah sebagai pembahasan sistematis yang dibangun dalam beberapa disiplin ilmu, seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat ilmu-ilmu politik, psikologi, agama, sosiologi, dan juga memuat isi dari humaniora dan ilmu-ilmu alam
Ilmu Pengetahuan Sosial (Puskur, 2006: 5) adalah merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Ilmu pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial ( sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya)
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diturunkan di muka bumi senantiasa berada pada dimensi ruang dan waktu. Pada tataran ruang dan waktu inilah manusia menjalani suatu kehidupan. Di dalam menjalani suatu kehidupan itu manusia akan terkait dengan berbagai aspke kehidupan dan kegiatan. Ini artinya keberadaan manusia di dunia in tidak terlepas dari tiga hal yakni ruang, waktu dan perjuangan.
Unsur ruang terkait dengan studi geografi, yang memaparkan aktivitas dan peranan manusia dalam upaya beradaptasi dengan tantangan dan tawaran lingkungan alam dan manusia (adaptasi ekologis). Unsur waktu terkait dengan studi sejarah yang memaparkan peristiwa dan perubahan masyarakat. Pengalaman umat manusia dari masa lampau untuk memahami dan menjadi pengalaman hidup masa kini serta merencanakan masa yang akan datang. Dalam hal ini ada proses pewarisan budaya. Sementara yang terkait dengan perjuangan hidup berbagai aspek dan aktivitas, seperti upaya pemenuhan kebutuhan (ekonomi), struktur dan hubungan antar anggota masyarakat (sosiologi), tertib masyarakat (hukum), kekuasaan dan kewenangan (politik), hasil kebudayaan manusia (antropologi budaya), peristiwa masa lampau yang penting dan bermakna (sejarah), dan sistem berbangsa dan bernegara (kewarganegaraan).
Sosiologi, geografi, ekonomi, hukum, politik, antropologi budaya, sejarah, dan kewarganegaraan sebagaimana telah disebutkan di muka, adalah cabang-cabang ilmu sosial. Dari cabang-cabang ilmu sosial itulah kemudian diambil sebagai bahan ajar (mata pelajaran). Mata pelajaran Pengetahuan Sosial di jenjang SMP mengambil bahan ajar dari cabang-cabang ilmu sosial tersebut, khususnya sosiologi, geografi, ekonomi dan sejarah. Dengan demikian mata pelajaran Pengetahuan Sosial di SMP merupakan perpaduan dari mata pelajaran dan materi sosiologi, geografi dan sejarah.
Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik yang membedakan dari mata pelajaran yang lain. Demikian juga mata pelajaran Pengetahuan Sosial untuk SMP. Beberapa karakteristik mata pelajaran Pengetahuan Sosial antara lain :
1.      Pengetahuan sosial merupakan perpaduan antara sosiologi, geografi, ekonomi dan sejarah
2.      Materi kajian pengetahuan sosial berasal dari struktur keilmuan sosiologi, geografi, ekonomi dan sejarah. Dari kelima struktur keilmuan itu kemudian dirumuskan materi kajian untuk Pengetahuan Sosial.
3.      Materi pengetahuan sosial juga menyangkut masalah sosial dan tema-tema yang dikembangkan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner. Interdisipliner maksudnya melibatkan disiplin ilmu ekonomi, geografi dan sejarah. Multidisipliner artinya materi kajian itu mencakup berbagai aspek.
4.      Materi Pengetahuan Sosial menyangkut peristiwa dan perubahan masyarakat masa lalu dengan prinsip sebab akibat dan kronologis, masalah-masalah sosial, dan isu-isu global yang terjadi di masyarakat, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, serta upaya perjuangan untuk survive (perjuangan hidup), termasuk pemenuhan kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan dalam kehidupan serta sistem berbangsa dan bernegara.
Sebagai bidang ajar di sekolah, IPS memiliki tujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan sosial dalam bentuk konsep dan pengalaman belajar yang dipilih atau diorganisasikan dalam rangka kajian ilmu sosial. Martorella (1994:7) menyatakan bahwa:
“The Social Studies are selected information and modes of investigation from the social sciences, selected information from any area that relates directly to an undestanding of individuals, groups, and societies and applications of the selected information to citizenship education”.
 Artinya Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan informasi terpilih dan cara-cara investigasi dari ilmu-ilmu sosial, informasi dipilih dari berbagai tempat yang berhubungan langsung terhadap pemahaman individu, kelompok dan masyarakat dan penerapan dari informasi yang dipilih untuk maksud mendidik warga negara yang baik
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pendidikan IPS di SMP bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang berguna bagi diri dalam hidup sehari-hari dan warga negara yang bangga sebagai bangsa Indonesia dan cinta tanah air. Sedangkan fungsi pengajaran IPS di SMP adalah untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan sosial dan kewarganegaraan peserta didik agar dapat direfleksikan dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.
Jarolimek (1986: 4) menyatakan bahwa:
“The major mission of social studies education is to help children learn about the social world in which they live and how it got that way; to learn to cope with social realities; and to develop the knowledge, attitudes, and skilsl, needed to help shape an enlightened humanity.”
 Artinya bahwa misi utama pendidikan IPS adalah untuk membantu siswa belajar tentang masyarakat dunia di mana mereka hidup dan memperoleh jalan, untuk belajar menerima realita sosial, dan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan untuk membantu mengasah pencerahan manusia.
Tujuan pembelajaran IPS (Puskur, 2006: 7) adalah mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan trampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat
Bertolak dari fungsi dan tujuan pengajaran IPS tersebut, maka peran IPS adalah menggariskan komitmen untuk melakukan proses pembangunan karakter bangsa. Konsekuensinya dalam melaksanakan proses pembelajaran harus membantu siswa mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk menghadapi lingkungan hidupnya, baik fisik maupun sosial budaya di mana mereka hidup. Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan kombinasi antar variabel pembelajaran baik itu guru, karakteristik siswa, metode pembelajaran, sarana, dan lain sebagainya. Kemampuan guru dalam mengembangkan materi pelajaran IPS dan menentukan model pembelajaran serta sistem evaluasinya merupakan hal yang sangat penting agar materi pelajaran IPS dapat menarik, tidak membosankan, menyenangkan, dan mudah diterima oleh siswa. Untuk itu, guru IPS khusunya di SMP harus dapat mendesain kondisi (model) pembelajaran yang demokratif-kreatif, di mana siswa terlibat langsung sebagai subjek maupun objek pembelajaran, dalam arti strategi pembelajaran yang digunakan guru haruslah memiliki kadar keterlibatan siswa setinggi mungkin sehingga hasil belajar dapat dicapai secara optimal.
Dalam kaitannya dengan kondisi tersebut, maka akan sangat tepat bila nilai–nilai nasionalisme ditanamkan kepada peserta didik melalui pembelajaran IPS. Namun pemilihan metode pembelajaran yang kurang tepat akan sangat mengganggu transfer nilai. Oleh karena itu guru dianjurkan dapat mendesain pembelajaran yang mampu menggugah semangat nasionalisme dengan memilih bentuk metode pembelajaran yang kontekstual.
c. Outdoor Activities :
         Menurut John. M. Echols dalam Kamus Inggris Indonesia, outdoor activity berasal dari kata outdoor yang berarti berarti di luar, dan activity yang berarti kegiatan. Jadi outdoor activities dalam konteks ini adalah kegiatan pembelajaran di luar kelas. Kegiatan outdoor Activities diyakini mampu memberi wacana baru dalam pembelajaran IPS. John Elliot (Dryden, Gordon & Jeannete, 2004: 459) menekankan pentingnya mengubah citra sekolah tradisional dari ruang kelas tradisional. Hal tersebut didasari pada asumsi bahwa kegiatan di luar kelas dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran, sebab siswa merasa mendapat kegiatan yang menyenangkan. Konsep outdoor ini sejalan dengan pendapat John Elliot (Dryden, Gordon & Jeannete, 2004: 451) yang menyarankan melibatkan orangtua, kakek/nenek, dan masyarakat dalam proses belajar. Peran serta masyarakat dan orang-orang di sekitar sekolah dalam proses pembelajaran di sekolah dapat mengatasi keterbatasan guru dalam memperoleh informasi terkini. Selain itu, dengan memanfaatkan sumber belajar di luar kelas, siswa dapat memperoleh suasana baru yang dapat membuat mereka lebih fun, sehingga pembelajaran akan berlangsung dengan dinamis.
         Dalam pembelajaran IPS, kegiatan outdoor dapat dilakukan dengan jalan mengunjungi obyek–obyek tertentu, seperti : monumen, Perpustakaan Sekolah, pasar tradisional, supermarket dan lain sebagainya. Pembelajaran dengan menggunakan outdoor activities memiliki beberapa unggulan, seperti :
a)      Siswa dapat bertanya jawab secara langsung kepada nara sumber, sehingga mereka memperoleh berbagai pengetahuan dan pengalaman yang terintegrasi .
b)      Siswa dapat melihat gambar, patung, diorama atau bahkan kegiatan manusia, sehingga dapat menangkap informasi dan menggabungkannya
c)      Siswa dapat mencocokan teori yang diperoleh selama pembelajaran ke dalam obyek.
         Menurut Dale (Ali Muhamad, 2004: 89-90), pengajaran dengan kata-kata memiliki nilai yang sangat rendah dalam alur pengalaman manusia. Pengalaman manusia memiliki dua belas tingkatan. Tingkat pengalaman yang paling tinggi adalah pengalaman yang paling kongkrit. Kedua belas pengalaman adalah sebagai berikut :
1)      Verbal Symbol
2)      Visual Symbol
3)      Radio and Recording
4)      Still Pictures
5)      Motion Pictures
6)      Educational Televisiion
7)      Exibition
8)      Study Trips
9)      Demosntration
10)  Dramatized Experiences
11)  Contrived Experiences
12)  Direct Purposeful Experiences(: Muhamad Ali (2004:89)
         Berdasarkan kerucut pengalaman tersebut, pengalaman yang paling tinggi efektivitasnya adalah direct purposeful experience, yaitu pengalaman yang diperoleh dari hasil kontak langsung dengan lingkungan, obyeknya yang berupa binatang, manusia dan sebagainya, dengan cara melakukan perbuatan langsung. Tingkatan kedua adalah pengalaman yang diperoleh melalui model, benda tiruan atau simulasi (contrived experience). Pengalaman tingkat berikutnya adalah dramatized experience, yaitu pengalaman yang diperoleh melalui permainan, sandiwara, boneka, bermain peran dan drama sosial atau psikologis. Demonstrasi diperoleh melalui pertunjukkan. Study trip diperoleh melalui karya wisata, exibition melalui pameran, educational television melalui televisi pendidikan. Motion picture diperoleh melalui gambar mati, slide atau fotografi. Radio and Recording melalui siaran radio atau rekaman suara (audio recording). Visual symbol melalui simbol yang dapat dilihat seperti grafik, bagan atau diagram, dan verbal symbol diperoleh melalui penuturan kata-kata.

BAB II
LAPORAN KEGIATAN YANG DILAKUKAN

A. Penyusunan Program Pembelajaran
         Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan yang difokuskan pada situasi kelas dan biasa disebut dengan Penelitian tindakan kelas (PTK) atau Classroom Action Research.
         Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII E di SMP Muhammadiyah  Semin,  yang berjumlah 38 orang. Pemilihan sasaran dilakukan atas dasar bahwa guru sebagai peneliti dan pengamat akan melakukan tindakan untuk memecahkan masalah yang ada di sekolah dengan tujuan meningkatkan mutu pembelajaran IPS. Pengambilan subjek penelitian dengan kriteria sebagai berikut: (1) Guru yang mengajar IPS sudah banyak pengalaman mengajar lebih dari 5 tahun, (2) Ijasah yang dimiliki adalah S1 (Strata satu).
         Penelitian ini melibatkan Bapak Nanang Mega Derita, S.Pd sebagai guru pelaksana dan Bapak Tugiran S.Pd. sebagai observer.
         Rancangan model penelitian tindakan kelas ini adalah model spiral atau siklus menurut Kemmis dan Taggart (1990: 29). Dengan menggunakan model ini apabila dalam awal pelaksanaan tindakan masih memerlukan perbaikan, maka dapat dilanjutkan pada siklus berikutnya sampai target yang diinginkan tercapai.
      Kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan pada setiap Siklus terdiri dari tiga kali pertemuan. Alokasi waktu untuk setiap kali pertemuan adalah 2 X 40 menit. Program pembelajaran yang dilaksanakan pada setiap Siklus merupakan hasil diskusi antara peneliti, guru pelaksana dan kolabor.
B. Pelaksanaan Pembelajaran
1. Tindakan Siklus 1
a. Kompetensi Dasar
Pada siklus pertama kompetensi dasar yang akan dicapai adalah:
Mendeskripsikan fungsi pajak dalam perekonomian nasional
b. Materi
a)      Pengertian pajak dan retribusi.
b)      Pajak dan fungsinya bagi perekonomian nasional.
c)      Perbedaan pajak langsung dengan pajak tidak langsung.
d)      Fungsi dan peranan pajak dalam kehidupan suatu negara.
e)      Jenis-jenis pajak yang ditanggung oleh keluarga.

c. Hipotesis Tindakan 1
1) Penerapan outdoor activities pada mata pelajaran IPS untuk materi pembelajaran peranan pajak dalam perekonomian Indonesia dengan observasi di Kantor Kecamatan Semin dapat meningkatkan nilai nasionalisme pada siswa.
2) Bukti-bukti yang menunjukkan bahwa outdoor activities dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan nilai nasionalisme siswa dapat diobservasi melalui hasil tes sikap yang mencakup aspek cinta tanah air, kerjasama, persatuan, dan penghargaan, dan pengorbanan.
d. Metode
         Metode pembelajaran yang digunakan adalah ceramah bervariasi, tanya jawab, diskusi kelompok dan ourdoor activities.
 
e. Media
         Media yang digunakan pada pembelajaran adalah contoh bukti pembayaran PBB, contoh slip pembayaran pada supermarket, data-data pembayaran pajak PBB di Kecamatan Semin, OHP dll.
       
f. Proses Pembelajaran
         Materi yang disajikan pada pertemuan pertama adalah mengenai peranan pajak bagi perekonomian Indonesia. Pada bagian pendahuluan guru mengawali pembelajaran dengan apersepsi dan motivasi yang mengarah pada tujuan pembelajaran. Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran, model pembelajaran yang akan diterapkan serta rambu-rambu yang harus diikuti siswa selama proses pembelajaran
         Pada kegiatan inti, guru menyampaikan gambaran materi pembelajaran secara umum dengan menggunakan metode ceramah bervariasi dan tanya jawab. Untuk memperlancar pelaksanaan tugas kelompok pada pertemuan berikutnya, guru membimbing siswa membuat kelompok diskusi. Penentuan anggota kelompok dilakukan secara demokratis. Demikian juga dengan penentuan nama kelompok diserahkan kepada siswa. Guru cukup memberi pengarahan bahwa nama kelompok adalah hal-hal yang berhubungan dengan pajak. Jumlah anggota pada tiap-tiap kelompok maksimal 4 orang, dengan harapan monitoring guru terhadap aktivitas anggota kelompok lebih mudah. Pembentukan kelompok dilakukan dengan mempersilahkan siswa mengambil satu lintingan yang berisi nama kelompok. Setelah semua mendapatkan lintingan, semua siswa dipersilahkan mencari teman yang mendapat nama yang sama untuk menjadi anggota kelompok. Setelah kelompok terbentuk, guru membagi tugas dan Lembar Kerja Siswa pada masing-masing kelompok. Sebelum kegiatan pembelajaran diakhiri, guru menyampaikan mekanisme kerja kelompok pada kegiatan Outdoor di pertemuan berikutnya.
         Pada pertemuan kedua, kegiatan pembelajaran diawali dengan ceking guru terhadap kesiapan siswa mengikuti kegiatan outdoor dengan lokasi Kantor Kecamatan Semin. Siswa berangkat ke Kantor Kecamatan dengan berjalan kaki sekitar 10 menit perjalanan. Sesampai di kantor kecamatan, siswa nampak masih belum berani menemui petugas kantor kecamatan. Pihak kantor kecamatan sangat akomodatif menerima kehadiran siswa SMP Muhammadiyah Semin . Bahkan Bapak Camat Kecamatan Semin berkenan menerima siswa di aula Kecamatan Semin dan turut memberikan informasi yang diperlukan siswa.
         Pertemuan ke-3 siklus pertama diawali dengan apersepsi dan motivasi. Selanjutnya siswa diminta untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, sementara anggota kelompok lain memberikan tanggapan. Pada kegiatan presentasi hasil diskusi, nampak bahwa belum seluruh siswa tertarik untuk aktif mengikuti diskusi. Bahkan kerjasama dalam satu kelompok ketika mempresentasikan hasil diskusi masih kurang. Setiap presentasi satu kelompok diskusi selesai, guru memberikan masukan dan penjelasan untuk kesempurnaan hasil diskusi. Setelah semua kelompok memaparkan hasil diskusi, masing-masing kelompok diminta menempelkan hasil diskusi pada papan tayang. Selanjutnya guru memberi kesempatan pada siswa untuk tanya jawab tentang materi yang disajikan pada pertemuan tersebut.
         Selanjutnya pada kegiatan penutup guru dan siswa membuat kesimpulan. Pada kesempatan ini pula guru menyampaikan nilai-nilai nasionalisme yang dapat diteladani siswa. Kegiatan pembelajaran pada pertemuan tersebut ditutup dengan kegiatan evaluasi dan pemberian tugas untuk pertemuan berikutnya.
2. Tindakan Siklus II
a. Kompetensi Dasar
         Kompetensi dasar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa pada siklus kedua adalah: Mendeskripsikan peristiwa-peristiwa sekitar proklamasi dan proses terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia.
b. Materi
a)      Perbedaan perspektif antar kelompok sekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia
b)      Kronologi proklamasi kemerdekaan Indonesia
c)      Penyebaran berita proklamasi kemerdekaan melalui berita radio,pamflet,selebaran
d)      Proses terbentuknya negara dan pemerintah Republik Indonesia dengan sidang PPKI
e)      Dukungan dari berbagai daerah berupa dukungan spontan dan tindakan heroik dari berbagai daerah.
c. Hipotesis Tindakan Siklus II
1) Penerapan outdoor activities pada mata pelajaran IPS untuk materi pembelajaran perjuangan mempertahankan kemerdekaan dengan observasi di Perpustakaan Sekolah dapat meningkatkan nilai nasionalisme pada siswa.
2) Bukti-bukti yang menunjukkan bahwa outdoor activities dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan nilai nasionalisme siswa dapat diobservasi melalui hasil tes sikap yang mencakup aspek cinta tanah air, kerjasama, persatuan, dan penghargaan, dan pengorbanan.
d. Metode
         Pelaksanaan pembelajaran pada siklus kedua, menggunakan metode ceramah bervariasi, tanya jawab, diskusi kelompok, outdoor activities di Perpustakaan Sekolah
e. Media
         Media yang digunakan dalam proses pembelajaran pada siklus kedua OHP, gambar, foto, peta, dan informasi yang dapat digunakan untuk mengisi Lembar Kerja Siswa.
f. Proses Pembelajaran
         Bapak Nanang Mega Derita, S.Pd sebagai guru pelaksana memulai pembelajaran pada pertemuan pertama siklus kedua dengan memeriksa presensi siswa. Selanjutnya pada awal pembelajaran guru melakukan improvisasi dengan mengajak siswa kelas VIII E melakukan pemanasan dengan menyanyikan lagu ”Hari Merdeka”. Anak-anak tampak antusias menyanyikan lagu tersebut dan wajah-wajah mereka tampak ceria, karena urat syaraf mereka kendor sejenak setelah mereka mengalami ketegangan mengikuti pelajaran sebelumnya. Setelah dirasa siap untuk mengikuti kegiatan pembelajaran, guru melakukan apersepsi dengan menanyakan hal-hal yang berkait dengan peristiwa Proklamasi.
         Memasuki kegiatan inti, guru menyampaikan kompetensi dasar, indikator dan tujuan pembelajaran. Guru menyampaikan materi pembelajaran secara umum dengan ceramah diselingi tanya jawab. Selanjutnya siswa diminta untuk membentuk kelompok seperti pada siklus pertama, namun anggotanya berbeda. Penentuan nama kelompok juga dilakukan secara demokratis, dimana siswa diminta membuat nama yang berkaitan dengan peristiwa sekitar Proklamasi. Setelah kelompok terbentuk, guru membagikan Lembar Kerja Siswa pada masing-masing kelompok. Selanjutnya guru menjelaskan teknis pencarian informasi di Perpustakaan Sekolah, penyelesaian tugas hingga presentasi hasil.
         Pertemuan kedua diisi dengan kegiatan outdoor kunjungan Perpustakaan Sekolah. Pada pertemuan kedua siswa masih mempelajari kompetensi dasar mendeskripsikan peristiwa-peristiwa sekitar proklamasi dan proses terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia. Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan melakukan ceking terhadap kesiapan siswa melaksanakan kegiatan outdoor. Setelah guru pelaksana, peneliti, kolabor serta siswa siap, mereka bersama-sama menuju Perpustakaan Sekolah. Sesampai di Perpustakaan Sekolah guru mempersilahkan siswa secara berkelompok mencari informasi sesuai tugas yang diberikan kepada kelompoknya. Untuk menghemat waktu, guru menganjurkan agar siswa dalam setiap kelompok membagi tugas dalam pencarian informasi, sehingga penyelesaian tugas dapat lebih efisien.
Selanjutnya guru memberikan penjelasan secara singkat tentang teknis kegiatan di Perpustakaan Sekolah. Selanjutnya siswa bekerja sesuai dengan bagiannya masing-masing.
         Setelah pencarian data ataupun informasi selesai, masing-masing kelompok mencari tempat untuk berdiskusi dan menyusun laporan hasil kerja kelompok masing-masing. Beberapa kelompok lebih memilih berdiskusi di dalam ruangan Perpustakaan Sekolah dengan cara duduk-duduk di lantai Perpustakaan Sekolah yang bersih dan sejuk. Beberapa kelompok lain lebih memilih duduk-duduk di rerumputan di bawah pohon rindang. Sesekali beberapa siswa berkunjung kepada kelompok lain untuk bertukar pendapat. Setelah semua siswa menyelesaikan tugas, guru bersama peneliti, kolabor dan siswa mohon diri untuk kembali ke ruang kelas.
         Pada pertemuan III, Guru mengawali dengan menanyakan kehadiran siswa. Setelah itu guru mengadakan apersepsi dengan melakukan tanya jawab tentang materi yang dipelajari pada pertemuan yang lalu. Selanjutnya guru menyampaikan aturan main pelaksanaan presentasi hasil diskusi. Berdasar kesepakatan guru dan siswa, penentuan kelompok yang maju presentasi ditentukan dengan menggunakan lintingan. Kelompok yang mendapat giliran pertama untuk maju adalah kelompok Sukarno-Hatta. Kelompok lain diminta untuk memperhatikan dan selanjutnya memberi masukan ataupun pertanyaan seputar materi yang dipresentasikan oleh kelompok Sukarno-Hatta. Setelah kelompok Sukarno-Hatta selesai mempresentasikan hasil diskusinya, guru membimbing siswa membuat kesimpulan. Demikian seterusnya hingga 8 kelompok maju semua.
         Pada akhir kegiatan pembelajaran, guru menyampaikan evaluasi terhadap kegiatan diskusi. Pada kesempatan ini guru memberikan stresing tentang nilai nasionalisme melalui keteladanan tokoh-tokoh pejuang . Guru meminta siswa untuk meneruskan perjuangan para pahlawan dengan cara giat belajar, senantiasa memupuk semangat persatuan dan kesatuan, saling menghargai sesama dan senantiasa bersemangat untuk menjadi yang terbaik.

3. Pelaksanaan Tindakan pada Siklus III
a. Kompetensi Dasar
         Pada Siklus ketiga kompetensi dasar yang akan dicapai adalah mendeskripsikan permintaan dan penawaran serta terbentuknya harga pasar.
b. Materi
a)      Pengertian dan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan barang/jasa.
b)      Hubungan antara permintaan barang/jasa dengan harga barang/jasa dan kurva permintaan.
c)      Hukum permintaan.
d)      Berlakunya hukum permintaan cateris paribus.
e)      Pengertian penawaran dan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran barang/jasa.
f)        Hubungan antara penawaran dengan harga barang.
g)      Kurva penawaran.dan hukum penawaran.
h)      Pengertian harga.
i)        Macam-macam harga dan penetapan harga oleh pemerintah.
j)        Kurva harga keseimbangan.

c. Hipotesis Tindakan 3
1) Penerapan outdoor activities pada mata pelajaran IPS untuk materi pembelajaran permintaan dan penawaran serta terbentuknya harga pasar dengan observasi di Pasar Larangan Semin dapat meningkatkan nilai nasionalisme pada siswa.
2) Bukti-bukti yang menunjukkan bahwa outdoor activities dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan nilai nasionalisme siswa dapat diobservasi melalui hasil tes sikap yang mencakup aspek cinta tanah air, kerjasama, persatuan, dan penghargaan, dan pengorbanan.

d. Metode
         Metode yang digunakan pada siklus ketiga adalah ceramah bervariasi, tanya jawab, outdoor activities di Pasar Larangan, dan diskusi kelompok.
e. Media/Sumber
Media yang digunakan pada siklus III adalah :
a)      Pengamatan di pasar
b)      Lembar Kerja Siswa
c)      Chart
d)      OHP
f. Proses Pembelajaran
         Pada pertemuan pertama guru memulai dengan menyampaikan kompetensi dasar, indikator dan tujuan pembelajaran. Setelah itu dilanjutkan dengan apersepsi yang dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab hal-hal yang berhubungan dengan pasar. Pada bagian inti guru memberi penjelasan materi secara umum tentang pasar. Setelah penjelasan selesai, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan tentang materi pasar. Selanjutnya guru memberi tugas kepada siswa untuk membuat kelompok kerja dengan anggota kelompok maksimal 5 orang dan anggota kelompok harus berbeda dengan kelompok pada pertemuan sebelumnya. Setiap kelompok diwajibkan memberi nama kelompok dengan hal-hal yang berhubungan dengan pasar. Setelah semua kelompok terbentuk, guru membagikan Lembar Kerja Siswa pada setiap kelompok. Dengan pedoman Lembar Kerja Siswa, setiap kelompok melakukan pembagian tugas pada masing-masing anggotanya. Dengan demikian, tanggung jawab penyelesaian tugas dipikul secara bersama-sama.
Guru mengawali pertemuan kedua dengan apersepsi dan motivasi.Selanjutnya guru menjelaskan teknis pencarian data/informasi kepada semua siswa . Selanjutnya anak-anak meninggalkan kelas menuju ke pasar yang hanya berjarak sekitar 150 m dari sekolah. Dengan dipantau oleh guru, kolabor, dan peneliti, mereka terlihat bersemangat dan ceria . Sesampai di pasar, siswa bekerja sesuai tugas masing-masing. Kegiatan para siswa sempat menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di sekitar pasar. Para siswa tidak lagi merasa canggung mencari informasi untuk melengkapi Lembar Kerja Siswa, sebab sebagian besar pedagang di pasar adalah penduduk semin, sehingga mereka sangat familier dengan para siswa. Kelompok yang sudah selesai mencari informasi, segera kembali ke sekolah dan mulai menyusun laporan.
Pertemuan ketiga diawali dengan kegiatan apersepsi dan motivasi berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkait dengan pasar. Pada kegiatan inti guru menyampaikan aturan main presentasi hasil kerja kelompok. Siswa dan guru sepakat menentukannya dengan model lintingan. Kesempatan pertama di gunakan oleh kelompok Pasar Wage untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, sementara kelompok lain memberikan tanggapan. Pada presentasi hasil diskusi kali ini, terlihat bahwa siswa sudah enjoy dengan kegiatan presentasi. Mereka tampil dengan percaya diri dan tidak gugup lagi. Sementara antusias kelompok lain untuk memberi tanggapan pada kelompok Pasar Wage juga meningkat.
Pada bagian penutup, siswa dan guru menyusun kesimpulan bersama-sama. Selanjutnya guru memberikan evaluasi terhadap pelaksanaan diskusi. Kemudian sebelum pelajaran ditutup, guru melakukan pos tes.

C. Penilaian Hasil Pembelajaran
         Untuk memotret hasil pembelajaran, digunakan beberapa instrumen, diantaranya adalah:
a.Tes Sikap
         Tes sikap digunakan untuk menggali tanggapan siswa terhadap nilai nasionalisme terkait materi pembelajaran yang dipelajari. Hasil tes sikap dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu tanggapan positif yang ditunjukkan dengan jawaban sangat setuju (SS) dan setuju (S). Sedang tanggapan negatif ditunjukkan dengan jawaban tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Keberhasilan tindakan dapat dilihat dari peningkatan tanggapan positif siswa dan menurunnya tanggapan negatif siswa.
       
b. Lembar observasi Aktivitas Siswa
         Lembar observasi merupakan instrumen yang digunakan untuk mengamati keterlaksanaan aspek-aspek nasionalisme pada siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Penilaian dilakukan dengan membubuhkan nilai A (amat baik), B (baik), C (cukup), dan K (kurang). Keberhasilan tindakan ditunjukkan dengan peningkatan persentase siswa yang memperoleh penilaian A dan B pada setiap aspek, dan menurunnya persentase siswa yang memperoleh penilaian C dan K.
       
c. Pre Tes dan Post Tes
         Pelaksanaan pre tes dan pos tes dimaksudkan untuk melihat adanya peningkatan hasil dari segi kognitif. Meningkatnya pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran, akan berdampak pada peningkatan nilai nasionalisme siswa. Dengan demikian, keberhasilan dari tindakan ini dapat dilihat dari meningkatnya persentase ketuntasan siswa dari pre tes ke post tes.
 
A. Kesimpulan
       Hasil Penelitian adalah sebagai berikut:
1.      Penerapan outdoor activities pada siklus I dengan observasi di Kantor Kecamatan Semin dapat meningkatkan nilai nasionalisme pada siswa, yang ditunjukkan dengan tanggapan positif siswa sebesar 61,05 % sebelum tindakan menjadi 72,11 %.
2.      Penerapan outdoor activities pada siklus II dengan kegiatan di Perpustakaan Sekolah dapat meningkatkan nilai nasionalisme pada siswa, yang ditunjukkan dengan tanggapan positif siswa sebesar 72,89 % sebelum tindakan menjadi 83,95 %.
3.      Penerapan Penerapan outdoor activities pada siklus III dengan observasi di Pasar Semin dapat meningkatkan nilai nasionalisme pada siswa, yang ditunjukkan dengan tanggapan positif siswa sebesar 82,11 % sebelum tindakan menjadi 91,84 %.
         Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas tentang peningkatan nilai nasionalisme dalam pembelajaran IPS melalui outdoor activities dapat disimpulkan bahwa upaya untuk meningkatkan nilai nasionalisme dapat ditempuh dengan menggunakan kegiatan pembelajaran di luar kelas. Penerapan outdoor activities memungkinkan siswa dan guru menggunakan benda, bangunan, manusia sebagai nara sumber dan sumber pembelajaran. Selain itu, setting pembelajaran yang tidak terbatas pada sebuah ruangan memungkinkan siswa memiliki kebebasan dalam beraktivitas dalam pembelajaran, sehingga siswa mendapatkan suasana baru. Siswa menjadi lebih berminat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, sehingga kegiatan pembelajaran dapat berlangsung secara efektif.

B. Saran-saran
          Berdasarkan hasil penelitian tindkan yang telah dilakukan, maka peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut:
1.      Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan outdoor melibatkan pihak lain dalam kegiatan pembelajaran, sehingga perlu persiapan yang baik, menyangkut waktu maupun perijinan.
2.      Kepala Sekolah diharapkan dapat mendorong guru IPS khususnya dan mata pelajaran lainnya untuk menerapkan outdoor activities sebagai upaya meningkatkan nilai nasionalisme di kalangan siswa SMP Muhammadiyah Semin.
3.      Outdoor activities dapat diterapkan pada mata pelajaran lain, tidak hanya pada mata pelajaran IPS.
4.      Melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), guru-guru mata pelajaran IPS dapat bekerjasama menyusun rencana outdoor activities.
5.      Melalui kerja sama dengan pihak Pemerintah Daerah, kegiatan outdoor dapat digunakan sebagai media untuk memperkenalkan potensi daerah kepada peserta didik secara dini.



DAFTAR PUSTAKA

Asri Budiningsih, C (2004). Pengembangan kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Yogyakarta: Universitas Yogyakarta.
Barth, J.L (1990). Method of instruction in social studies education. New York: University Press of America.
Bertens, K. (2005). Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Depdiknas (2005). Panduan pengembangan silabus mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs). Jakarta: Depdiknas
Depdiknas (2003). Pendekatan kontekstual. Jakarta. Depdiknas.
De Porter, Bobbi (1999).Quantum Learning.Bandung: Kaifa
Dimyati & Mudjiono (2002). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: PT Rieneka Cipta.
Dryden, Gordon & Jeannette Vos (2004). The learning revolution (Revolusi Cara Belajar). Bandung: Penerbit Kaifa.
Jarolimek, (1986). Social studies in elementary education. New York: Macmillan Publishing Company.
Johnson, Elaine B. (2007). Contextual teaching & learning. (Terjemahan Ibnu Setiawan) California: Corwin Press, Inc., Thousand Oaks. (Buku asli terbit tahun 2002).
Kemmis, S & Tagaart, R (1988). The action research planner. Victoria: Deakin University
Kohn, Hans (1995). Nasionalisme arti dan sejarahnya. (Terjemahan Sumantri Mertodipuro). Jakarta: Pembangunan dan Penerbit Erlangga.
Kirchenbaum, H (1995). 100 Ways to enchance values and morality in two schools and youth setting. Boston: Long WoodnProffesionals Book.
K-12 Social Studies (2003/2004). North Carolina Social Studies Standard Cours of Study)
Linda, N & Eyre Richard (1995). Teaching Your Children Values. New York: Simon Sand Chuster.
Mc Tagaart, Robin. (1991). Action research a short modern history. Geelong, Victoria: Deakin University.
Martorella, P.H. (1994). Social studies for elementary school children, developing young citizen. New York: Merill.
Muchlas Samani, dkk (2003). Pembinaan profesi guru. Jakarta: Depdiknas.
Muhamad Ali.(2004). Guru dalam proses belajar mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Muhammad Idrus, (2005). Carut marut dunia pendidikan. Jurnal Socia. Volume 2, Nomor 2 Desember 2005
Nasution, S (1989). Kurikulum dan pengajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara
Puskur (2006). Model pengembangan silabus mata pelajaran dan rencana pelaksanaan pembelajaran IPS terpadu Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs). Jakarta. Depdiknas.
Rahmat Mulyana (2004). Mengartikulasikan pendidikan nilai. Bandung: PT Gramdia.
Saidihardjo (2005). Tinjauan kritis metode pembelajaran IPS dalam kerangka kurikulum berbasis kompetensi. Jurnal Studi Sosial volume 1/No. 01/Agustus 2005.
Saidihardjo (2004). Pengembangan kurikulum ilmu pengetahuan sosial (IPS). Yogyakarta. Universitas Yogyakarta.
Suryanto (2006). Dinamika pendidikann asional (Dalam Percaturan Dunia Global). Jakarta: PSAP Muhammadiyah.
Turman Kahin ,George Mc (1995). Nasionalisme dan revolusi di Indonesia. UNS Press dan Pustaka Harapan Timur.
Winkel, WS. (1986). Psikologi pengajaran. Jakarta: Gramedia.
Clifford, Mathew & Marica. (2000). Contextual teaching, professional learning, and student experiences: lessons learned from implementation. Diakses tanggal 7 Juli 2007 dari http://www.cew.wisc.edu/teachnet.
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. TELAGA ILMU - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger